Kamis, 30 September 2021

Melacak Sulis dan Ridwan

Mereka berdua adalah temanku saat ikut program Pertukaran Pemuda Indonesia Australia tahun 1988-1989. Ridwan perwakilan dari Riau, Sulis perwakilan dari Lampung.

Setelah program berakhir sekitar pertengahan Februari di Jember, kami hanya bisa saling kontak melalui surat dan telepon. Tapi terus terang, telepon jarang kami gunakan karena biayanya yang tidak sedikit. Jadi, hanya dengan surat-menyurat lah kami terus berhubungan. Mind you, ini masih tahun 1989 ya… Boro-boro blackberry atau smartphone. Handphone jadul yg segede batu bata aja belum ada. Personal computer juga masih jarang ada di setiap rumah. Kalaupun ada, belum ada sambungan internet. Jadi ya belum ada tante Google. Mungkin sebagian dari kalian ada yg belum lahir… Hehehehehe…

Iya… iya… saya emang udah tua…

Puas???? :-P

Seiring dengan berjalannya waktu, dan dengan kesibukan masing-masing, akhirnya ada masa dimana kami akhirnya saling kehilangan kontak 

Untungnya, aku masih berhubungan dengan Tuti (sesame wakil dari Jakarta, yang kemudian memilih mengikuti jalur Wajib Militer dan sekarang menjadi Perwira di Angkatan Laut RI), dan Aisyah Robiah, wakil dari Kalimantan Selatan yang pernah tinggal di keluarga angkat yang sama denganku. Juga dengan Fazila, karena dia masih terhitung keluarga jauhku (dari garis Bapak). Diluar itu, aku hanya punya kartu namanya Ridwan dan Sulis.

Suatu hari, aku memutuskan akan melacak teman-temanku itu… Aku mulai dari Sulis.

Di kartu namanya, ada alamat dan nomor telpon rumahnya di Bandar Lampung. Aku tau, nomornya pasti sudah berubah, sama halnya dengan nomor telepon rumah Bapak-Ibuku. Dari hanya 6 digit menjadi 7 digit. Itupun kemudian berubah lagi. Dua digit terakhir berubah dari 97 menjadi 21.

Kembali ke Sulis. Aku menelepon 108-nya Lampung, menanyakan perubahan nomor telepon di alamat rumah orangtuanya Sulis. Kutelepon lah nomor itu, untuk menanyakan apakah itu masih rumah orangtuanya Sulis? Kalau iya, dimana aku bisa menghubunginya. Ternyata, Sulis masih tinggal di rumah orangtuanya itu! Alhamdulillaah… Akhirnya aku terhubung lagi dengannya…

Giliran kedua, Ridwan. Sama seperti Sulis, aku menelepon 108-nya Riau untuk menanyakan perubahan nomor telepon. Kemudian aku menghubungi nomor itu.

Ternyata, itu adalah rumah kost2an… Yaah… aku sempat merasa patah arang karena merasa kecil kemungkinan mereka masih menyimpan nomor kontak mereka yg pernah kost disana. Tapi ternyata, rumah kost2an itu dimiliki oleh keluarganya Ridwan. Akupun diberi nomor telepon rumah Ridwan saat ini.

Waktu aku telepon, yg menerima teleponnya adalah Ning, yang ternyata adalah istrinya Ridwan. Rupanya Ridwan banyak bercerita tentang program, tentang kami. Jadi Ning mengenali aku sebagai teman suaminya. Oleh Ning, aku diberikan nomor telepon Ridwan di kantor.

Waktu aku telepon Ridwan di kantornya, sengaja aku agak mempermainkan dia. Aku gak langsung memberitahu identitasku. Kubiarkan dia berusaha mengenali aku. Eh, dia masih mengenali suaraku, lho…

Duuuh… senangnya aku bisa ketemu lagi sama 2 temanku yg selama ini hilang entah kemana…

Rabu, 05 Oktober 2016

Travel Gone Wrong

 

Desember tahun 2002 yg lalu, aku dan mas Harry mengadakan perjalanan darat ke Bali. Naik Kimbi, VW kombi kesayangan kami, ditemani Mul (teknisi), dengan rute: Jakarta – Malang – Bali – Yogyakarta – Pangandaran – Jakarta. Kebetulan, di bulan itu ada kegiatan Jambore VW di Kaliurang, Yogyakarta. Jadi rencananya tepatnya begini. Dari Jakarta kami akan singgah dan silaturrahim kerumah Oom-Tanteku di Malang. Dari situ kami akan ke Bali. Setelah puas berlibur di area Kuta dsk, kami akan ke Singaraja barang 2 malam. Kebetulan ada Tanteku yg lain yg suaminya bertugas di salah satu bank milik pemerintah di sana. Habis dari Bali, kami akan mengunjungi jamboree VW di Yogya, lalu ke Pangandaran utk bertahun baru disana, baru kembali ke Jakarta.

Etape pertama dimulai. Jam 9 pagi dari rumah kami menuju jalan tol Cikampek, masuk dari pintu tol Bekasi Barat. Baru saja melewati pintu tol Bekasi Timur, tiba-tiba Kimbi rusak!  Lagi enak2nya cruising, tiba2 dia ngerem mendadak. Di-gas gak mau nambah kecepatan, sulit pula dikendalikan. Untunglah kami menepi dg selamat. Setelah dicek, ternyata rodanya terkunci, nggak mau mutar. Mul dan mas Harry berusaha mengganti bannya, tapi mengalami kesulitan. Gak lama kemudian, datanglah mobil Derek Jasa Marga. Mereka membantu membukakan ban, tapi gak berhasil juga. Bayangkan saja, roda sedang berputar dg kecepatan 80 Km/jam mendadak berhenti, dia pasti akan mengunci dg kuatnya. Sudah bagus kami tidak mengalami kecelakan parah seperti selip (ngepot), terguling, atau menabrak/ditabrak kendaraan lain. Terpaksalah Kimbi diderek ke bengkel terdekat, adanya di Cibitung.

Walah… baru juga mulai perjalanan selama 1,5 jam, kami sudah mengalami kendala. Ohya, ada kendala kecil juga. Rupanya, Mul sempat nyopot sandalnya waktu memeriksa Kimbi.  Dan dia lupa memakainya lagi waktu Kimbi diderek. Jadilah dia terpaksa beli sandal baru di perjalanan… J

Kami sampai di bengkel yg tidak jauh tempatnya dari gerbang tol. Disana, roda kanan depan Kimbi yg bermasalah baru bisa dilepas setelah baut2nya dipanaskan dan dibelah dg las dan dibuka dg tracker. Benar2 bukan pekerjaan mudah… Ternyata, bearing/laher roda yg bermasalah…
Yg menyebalkan, sebenarnya sebelum melakukan perjalanan itu, kami sudah melakukan persiapan, yaitu service dan penggantian suku cadang dg yg baru. Lha kok ini malah rusak… Akhirnya malah kami meneruskan perjalanan itu dg bearing/laher roda yg lama dg selamat.

Alhamdulillah, selepas Cibitung itu etape pertama bisa kami lalui dg mulus. Di Malang, kami tinggal dirumah Oom Mamat, adik bungsu Ibuku. Selama 2 hari kami disana, kami mengunjungi sodara2ku yg lainnya. Sebagian Oom-Tante adik2nya Ibuku yg ada 4 keluarga, dan keponakan2 Bapak (sepupu2ku). Dan karena sempat kena hujan, payung lipatku yg baru jadi berguna sekali.

Dua hari berlalu, saatnya kami melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan menuju Bali, kami sempat berhenti sejenak di pinggir jalan di Situbondo utk ketemu dg kerabat disana yg baru kena musibah, yaitu rumahnya yg berada di pinggir kali Sampeyan hancur karena longsor. Pertemuannya memang hanya sebentar saja di pinggir jalan, sekedar menyampaikan bantuan apa adanya. Oleh kerabat ini, kami diberi sangu (bekal) berupa buah mangga hasil kebun sendiri. Ada yg sudah matang siap makan, ditaruh dalam tas plastik, dan ada yg masih mengkal (buat Bapakku, katanya) yg dimasukkan dalam kardus.

Bukannya aku tidak mau menyampaikan amanah itu utk Bapakku. Masalahnya, kami kan baru akan kembali ke Jakarta sekitar 10 hari lagi. Bagaimana kalau nasib mangga yg masih mengkal itu keburu matang dan busuk? Kata pak To, kerabatku itu, ya sudah, mangganya dimakan saja di jalan. Well… Dalam hati kami sudah merencanakan akan memberikannya pada keluarga Tanteku yg di Singaraja, sebagai buah tangan.

Sesampainya kami di pelabuhan Ketapang, kami sempat mengalami hujan lagi. Pas aku cari2 payung lipatku (yg baru itu), kok nggak ada?? Setelah kuingat2 lagi, sepertinya tertinggal dirumah Oomku di Malang. Dan waktu aku telepon, ternyata benar, payungnya ada di teras rumah… Yah.. mau bagaimana lagi? Gak mungkin juga kami balik ke Malang demi payung lipat, kan? Yah, sudah lah… aku ikhlaskan saja payung itu utk Tanteku…

Singkat kata, tibalah kami di Bali. Menginap di area Kuta-Legian, kami berkunjung ke Danau Batur, Pura Ulandanu, Patung GWK, Pura Uluwatu, dan beberapa tempat tujuan wisata lainnya. Saat tiba waktunya kami meneruskan perjalanan ke Singaraja sebelum harus meninggalkan Bali, saat masih di Denpasar, rem Kimbi blong! Di satu lampu merah di persimpangan jalan, Kimbi sampai nyundul mobil di depan kami! Untungnya tidak menimbulkan kerusakan di mobil itu, Alhamdulillah. Kamipun menepi dan berusaha mencari tau penyebabnya.

Mul akhirnya menemukan adanya kebocoran oli rem depan. Bukan menetes lagi, tapi mengucur! Praktis, Kimbi lumpuh… Setelah diperiksa lebih detil, Mul menemukan bahwa rumah caliper rem depan retak! Untungnya, mas Harry sudah menyimpan beberapa nomor telepon toko onderdil VW di Bali. Satu persatu kami telepon, nggak ada satupun yg punya stok rumah caliper. Suku cadang itu harus didatangkan dari Jakarta dan perlu waktu 3-4 hari. Waduh… bagaimana ini??

Yah, langkah pertama sepertinya harus cari bengkel VW dulu. Beberapa hari sebelumnya, kami sempat ngelas kedudukan knalpot Kimbi di satu bengkel kecil. Si teknisi las sempat cerita kalau pemilik bengkel las itu dulunya juga penggemar VW. Rupanya mas Harry sempat tanya ke teknisi las, dimana ada bengkel VW di sekitar Kuta-Denpasar, tanpa menyadari kalau akhirnya kami akan benar memerlukan bengkel itu. Si teknisi itu hanya memberikan alamat tanpa nomor telepon.

Berdasarkan alamat yg diberikan oleh teknisi las itu, mas Harry dan Mul naik taxi mencari bengkel VW tersebut. Aku menunggu di satu restoran dimana Kimbi numpang parkir. Setelah mas Harry menemukan alamatnya, Kimbi kami kendarai secara perlahan menuju bengkel. Kalau harus mengurangi kecepatan, mas Harry pakai cara rem mesin (menurunkan persneling) dan dibantu dg rem tangan. Alhamdulillah, kami bisa sampai bengkel tanpa insiden apa2.

Bengkel yg kami datangi rupanya bengkel tempat berkumpulnya teman2 klub VW Bali. Senangnya bisa bertemu dg sesama pemilik dan/atau penggemar VW. Pemeriksaan lebih detil mengkonfirmasi penemuan Mul, yaitu rumah caliper  rem depan kanan pecah. Dan karena kurangnya suku cadang yg tersedia, akhirnya pihak bengkel berinovasi dg cara melas kerusakan itu.

Mul dan mas Harry belum pernah mendengar ada rumah calliper rem yang dilas. Tapi karena keadaan, terpaksalah mas Harry merelakan rumah calliper remnya dilas. Kami pun harus bermalam 1 malam lagi di Bali. Mul memutuskan menginap di bengkel (tidur di mobil) karena dia ingin belajar ilmu melas rumah calliper. Bahkan boss bengkel tempat dia bekerja di Bekasi aja nggak tau bahwa hal ini mungkin dilakukan.
Aku dan mas Harry memutuskan menginap di Kuta karena hotel di Denpasar tarifnya mahal, hampir 2x lipat tarif hotel di Kuta. Lagipula di Kuta lebih banyak yg bisa kulihat dan kulakukan dibandingkan di Denpasar. Untuk transportasi dari Kuta ke Denpasar PP, mas Harry menyewa sepeda motor trail, mumpung hanya dia yg naik, aku gak perlu ikut.

Singkat cerita. Si Kimbi kembali sehat. Kami sempatkan menginap 1 malam di rumah Tante di Singaraja. Saat kami mau memberi 1 kardus mangga dari pak To, Tanteku bilang sambal menunjuk ke pohon2 mangga di halaman belakang rumah, “Kami juga baru saja panen mangga, Mia. Buanyak sekali, sampai harus dikasih2kan ke orang2. Mangganya buat Mia dan mas Harry sama teman2 saja.”

Well… baiklah kalau begitu, mangganya kami bawa saja ke Yogya…

Esok harinya kami berangkat meninggalkan Bali menuju Yogya, bersama2 rombongan konvoy teman2 VW Bali. Kami akan nunut konvoy mereka. Tikumnya di Pelabuhan Gilimanuk.

Dalam perjalanan menuju Yogya rombongan sempat harus berhenti beberapa kali (di luar jadwal ishoma dan isi BBM) karena ada 1-2 mobil yang bermasalah. Kami pun ikut berhenti, wong namanya juga nunut konvoy.

Dalam 1 kesempatan berhenti di sekitar Sragen, teman2 VW Bali keliatan mengeluarkan kompor portable dan memasak air untuk menyeduh kopi. Oh, sepertinya ini berhentinya akan sedikit lebih lama. Kami pun turun, mengeluarkan 1 kardus berisi manga pemberian pak To dari Situbondo. Kami tawarkan ke beberapa teman baru dan kita makan beramai2 di pinggir jalan, numpang duduk di warung tenda yang belum saatnya buka.

Sekitar 1,5 jam kemudian, lewat lah 1 kendaraan VW kombi dari rombongan kami. Ternyata itu kode bahwa mobil yg rusak sudah berhasil diperbaiki, kita melanjutkan perjalanan. Sontak kami semua (termasuk teman2 VW Bali yang berhenti bersama kami) kedandapan memasukkan barang2 mereka, memanggil orang2 untuk masuk ke mobil masing2 dan melanjutkan perjalanan. Kami pun demikian. Sempat panik karena Mul tidak keliatan di mana2. Begitu Mul nampak, kami panggil dia supaya segera masuk ke mobil. Alhamdulillaah, kami tidak tertinggal rombongan. Hanya saja, disela kepanikan tsb, kami lupa tidak memasukkan kardus isi mangga ke mobil. Jadilah kami menyumbangkan mangga2 enak itu untuk siapa saja yg berkenan mengambilnya…

Cerita Travel Gone Wrong belum berhenti sampai di situ…

Selesai acara di Yogya, kami mengajak teman (boss bengkelnya si Mul) dan teman2nya untuk meneruskan liburan ke Pangandaran. Sebelumnya, kami membeli 8 bungkus bakpia untuk oleh2 keluarga dan teman di Jakarta. Standar lah itu…

Saat tiba di penginapan di Pangandaran, karena khawatir bakpianya rusak bila disimpan di suhu ruang selama 2 malam, kami menitipkan bakpia2 tsb untuk disimpankan di kulkas penginapan. Beres, kami pun menikmati saat liburan di Pangandaran itu. Tiga hari 2 malam dan menyaksikan malam pergantian tahun di Pangandaran lumayan menyenangkan. Kami bisa main air di pantai, makan seafood enak dan segar, dan berjalan2 di hutan kecil dekat pantai.

Tanggal 1 Januari 2003 menjelang siang kami pun melanjutkan perjalanan, pulang menuju Jakarta. Entah karena aku pas masuk angin, atau kecapekan selama perjalanan, saat bertemu jalan berlika-liku menuju Banjar, aku merasa pusing dan mual. Sampai tak tertahankan, dan aku pun m*ntah…

Mas Harry menyarankan aku mengisi perut dengan memakan bakpia. DWEEEEEENG….

BAKPIA!!!!

Baru di situ kami sadar kalau belum mengambil bakpia yang kami titipkan di kulkas penginapan. Hahahahahaha… Aku langsung telpon ke penginapan itu dan bilang bahwa bakpia2 itu halal buat mereka…

Kesimpulan… Itu lah cerita Travel Gone Wrong yang kami alami di satu perjalanan.

1.       1. Laher ban depan si Kimbi rusak.

2.       2. Mul kehilangan sandal.

3.       3. Payungku tertinggal di rumah Oom di Malang.

4.       4. Rumah calliper rem depan retak.

5.      5.  Mangga 1 kardus tertinggal di Sragen.

6.       6. Bakpia sebanyak 8 bungkus tertinggal di penginapan di Pangandaran.

All in 1 trip… Di luar itu semua, Alhamdulillaah kami baik2 dan sehat2… Sungguh 1 perjalanan yang tidak mudah dilupakan…


Sorry panjang. Hehehehehe

Makanan Halal di Bali

Buat kaum muslimin bila bepergian ke tempat-tempat dimana mayoritas penduduknya bukan muslim, biasanya menimbulkan keragu-raguan atau kekhawatiran dalam hal mencari makanan yang halal.


Bagi mereka yang tidak (belum) mengerti, kehalalan suatu bahan makanan hanya dilihat dari 1 segi, yaitu tidak mengandung babi. Namun sebenarnya tidaklah sesederhana itu.

Menurut Al Qur'an makanan yang diharamkan untuk kaum muslimin adalah:
1. Daging babi
2. Bangkai
3. Darah
4. Daging hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah.

Melihat dalil diatas, maka daging ayam-pun bisa menjadi haram, kalau ayamnya mati sebelum disembelih, atau disembelih dengan tidak menyebutkan nama Allah.
Nah, berangkat dari situ, kalau bepergian ke daerah dimana umat Islam adalah minoritas, untuk amannya aku mencari makanan yang berbahan dasar ikan. Contohnya, kalau ke Bali. 

Nah... berikut ini adalah beberapa tempat makan di Bali yang menggunakan bahan dasar ikan, yang In Syaa Allah halal.

1. Warung Be Pasih
Jl. Pemuda III No. 24,
Renon, Denpasar, Bali.
Telpon: 0361-228088.

Cabang lain: Jl. Bedahulu 24A
Gatsu Tengah, Denpasar.
Telpon: 0361-8449885.

Terima pesan antara di nomor telepon: 0361-237755

Tempat ini menawarkan berbagai menu ikan. Yang paling menarik adalah menu Paket Pesinggahan. Isinya ada nasi putih, sate lilit (ikan), pepes (tum) ikan, sop ikan, plecing kangkung dan sambal matah.
Selain Paket Pesinggahan, ada juga sate ikan marlin, udang bakar, dan lain-lain.
Paket Pesinggahan. Sop ikan, sate lilit, tum (pepes) ikan, plecing kangkung, sambal matah, dengan nasi putih.

Pojok kanan atas: Sate ikan marlin.

Warung ini berada di daerah perumahan. Tampak dari luar, seperti kafe-kafe yang banyak terdapat di seputaran Kuta, tapi lebih sepi. Tersedia tempat makan yang menggunakan meja atau dipan lesehan.

Walau tempatnya nampak bagus, tapi harga makanan di tempat ini cukup terjangkau. Apalagi, makanannya enak2 semua.

2. Warung Mak Beng
Jl. Hang Tuah No. 45, Sanur,
Denpasar - Bali.
Telpon: 0361-282633

Parkir sekitar 200 meter setelah pintu masuk hotel Inna Grand Bali Beach Hotel. Rumah makan ini ada di sebalah kiri jalan, hampir di pojok. Modelnya rumahan.
Plank-nya kecil, nyaris nggak terlihat.
Kalau terlewat, tanya pada tukang parkir saja. 


Paket Sop Ikan dan Ikan Goreng di Mak Beng
Warung Mak Beng hanya menjual 1 menu paket, yaitu ikan goreng, sop kepala ikan, sambal trade mark Mak Beng dan nasi putih hangat.
Tahun 2007, harganya Rp.23.000,-/paket.
Satu-satunya yang bisa berbeda adalah ikan yg digoreng, karena tergantung ikan yg tersedia di pasar.

Sop ikannya segar tidak amis. Kuahnya bening sedikit kekuningan, dan ada potongan timunnya. Tapi yang membuat menu ini lebih istimewa adalah sambalnya... Mantaaaap pedasnya.

3. Warung Mertha Sari.

Desa Pesinggahan, Klungkung, Bali.

Warung ini terlihat sederhana. Tempat makannya didominasi oleh dipan-dipan bambu. Dari dipan2 itu, kita bisa melihat dapur dimana para karyawannya menyiapkan hidangan.
Dipan tempat makan

Menu di Mertha Sari. Sop ikan, sate lilit, tum ikan, plecing, sambal matah.

Open Kitchen
Warung ini hanya menjual 1 jenis menu, yaitu Paket Pesinggahan yang berisi sate lilit, sop ikan, pepes (tum) ikan, plecing kangkung dan sambal matah, mirip seperti yang dijual di Warung Be Pasih. Tapi terus terang, makanan di warung ini terasa lebih otentik. Entah lah, mungkin karena suasana lingkungannya yang di pedesaan, membuat makanan ini jadi lebih nikmat.

Lokasi warung ini dekat dengan Goa Lawah. Cari deh di google maps, ada kok namanya.

4. Rumah Makan Terapung Kedisan.
Danau Batur, Desa Kedisan, Kintamani, Bali.

Contact person: Ibu Dewi.
Telpon. 081338699993, 0361-51752.
www.kedisan.com
 


Suasana rumah makan Kedisan, yang berada di bibir danau Batur.

Aku tahu mengenai rumah makan ini dari milis Jalansutra. Makanan disini organik semua. Sayur-sayurnya mereka tanam sendiri. Ikan mujair dan ikan masnya mereka tanam di danau, jadi dipastikan semua bahannya segar.

5. Ikan Bakar Pulau Serangan 

Biasanya pulau Serangan lebih dikenal sebagai pulau tempat penangkaran penyu. Tapi disisi lain pulau ini, tempat pemukiman warga, ada yang menjual ikan bakar di pinggir jalan.

Masuknya dari jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai. Begitu menyeberang jembatan, akan bertemu persimpangan. Nanti akan ada pengutipan tiket masuk, entah untuk apa. Mungkin karena pulau ini dianggap tempat wisata penyu tadi. Gak mahal sih, bayarnya...
Setelah bayar tiket, belok kiri. Nanti lihat di sebelah kanan jalan, ada deh yang jualan ikan ini...

Ikan bakar (ikan jangki sulir) Rp.20.000,-
Ada ikan tuna Rp.35.000,- sampai 50.000,- tergantung ukuran (yang 50ribu yang di kanan), ikan tongkol Rp.15.000,-

Ikan bakar (ikan jangki salur) Rp.20.000,-
Plus sate cumi, plecing kangkung dan sambal matah
Cuma 2 kata yang menggambarkan pengalaman makan disini. ENAK dan MURAH.
Coba aja sendiri, deh ;-)

6. Sop dan Gule Ikan
Cabang Gubug Ibda, Denpasar

Jl. Gunung Sanghyang,
Timurnya Polresta Denpasar
091337333604 atau 08170672421


Informasi dari teman sekolahku dulu, yang adiknya tinggal di Bali. Siapa yang gak ngiler lihat aneka sop ikan murah dan enak? Ada yang isinya daging, atau kepala ikannya.
Ada ikan salmon, ikan kakap, atau ikan laut lainnya.
Sop kepala ikan kakap

Sop daging salmon

Daftar harga (tahun 2015)


Soo... inilah dia daftarnya. 
Semoga bisa membantu mempermudah mencari makanan halal di Bali. Kalau teman-teman punya referensi tempat lain, monggo ditambahkan di kolom komen.

Makanan Halal di Bali

Buat kaum muslimin bila bepergian ke tempat-tempat dimana mayoritas penduduknya bukan muslim, biasanya menimbulkan keragu-raguan atau kekhawatiran dalam hal mencari makanan yang halal.

Bagi mereka yang tidak (belum) mengerti, kehalalan suatu bahan makanan hanya dilihat dari 1 segi, yaitu tidak mengandung babi. Namun sebenarnya tidaklah sesederhana itu.

Menurut Al Qur'an makanan yang diharamkan untuk kaum muslimin adalah:
1. Daging babi
2. Bangkai
3. Darah
4. Daging hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah.

Melihat dalil diatas, maka daging ayam-pun bisa menjadi haram, kalau ayamnya mati sebelum disembelih, atau disembelih dengan tidak menyebutkan nama Allah.
Nah, berangkat dari situ, kalau bepergian ke daerah dimana umat Islam adalah minoritas, untuk amannya aku mencari makanan yang berbahan dasar ikan. Contohnya, kalau ke Bali. 

Nah... berikut ini adalah beberapa tempat makan di Bali yang menggunakan bahan dasar ikan, yang In Syaa Allah halal.

1. Warung Be Pasih
Jl. Pemuda III no. 24,
Renon, Denpasar, Bali.
Telpon: 0361-228088

Cabang lain: Jl. Bedahulu 24A
Gatsu Tengah, Denpasar.
Telpon. 0361-8449885
Terima pesan antar di nomor telpon 0361-237755

Tempat ini menawarkan berbagai menu ikan. Yang paling menarik adalah menu Paket Pesinggahan. Isinya ada nasi putih, sate lilit (ikan), pepes (tum) ikan, sop ikan, plecing kangkung dan sambal matah.
Selain Paket Pesinggahan, ada juga sate ikan marlin, udang bakar, dan lain-lain.
Paket Pesinggahan. Sop ikan, sate lilit, tum (pepes) ikan, plecing kangkung, sambal matah, dengan nasi putih.

Pojok kanan atas: Sate ikan marlin.

Warung ini berada di daerah perumahan. Tampak dari luar, seperti kafe-kafe yang banyak terdapat di seputaran Kuta, tapi lebih sepi. Tersedia tempat makan yang menggunakan meja atau dipan lesehan.

Walau tempatnya nampak bagus, tapi harga makanan di tempat ini cukup terjangkau. Apalagi, makanannya enak2 semua.

2. Warung Mak Beng
Paket menu Mak Beng, 
Jl. Hang Tuah No. 45, Sanur,
Denpasar - Bali.
Telpon: 0361-282633


Parkir sekitar 200 meter setelah pintu masuk hotel Inna Grand Bali Beach Hotel. Rumah makan ini ada di sebalah kiri jalan, hampir di pojok. Modelnya rumahan.
Plank-nya kecil, nyaris nggak terlihat.
Kalau terlewat, tanya pada tukang parkir saja. 


Paket Sop Ikan dan Ikan Goreng di Mak Beng
Warung Mak Beng hanya menjual 1 menu paket, yaitu ikan goreng, sop kepala ikan, sambal trade mark Mak Beng dan nasi putih hangat.
Tahun 2007, harganya Rp.23.000,-/paket.
Satu-satunya yang bisa berbeda adalah ikan yg digoreng, karena tergantung ikan yg tersedia di pasar.

Sop ikannya segar tidak amis. Kuahnya bening sedikit kekuningan, dan ada potongan timunnya. Tapi yang membuat menu ini lebih istimewa adalah sambalnya... Mantaaaap pedasnya.

3. Warung Mertha Sari.

Desa Pesinggahan, Klungkung, Bali.

Warung ini terlihat sederhana. Tempat makannya didominasi oleh dipan-dipan bambu. Dari dipan2 itu, kita bisa melihat dapur dimana para karyawannya menyiapkan hidangan.
Dipan tempat makan

Menu di Mertha Sari. Sop ikan, sate lilit, tum ikan, plecing, sambal matah.

Open Kitchen
Warung ini hanya menjual 1 jenis menu, yaitu Paket Pesinggahan yang berisi sate lilit, sop ikan, pepes (tum) ikan, plecing kangkung dan sambal matah, mirip seperti yang dijual di Warung Be Pasih. Tapi terus terang, makanan di warung ini terasa lebih otentik. Entah lah, mungkin karena suasana lingkungannya yang di pedesaan, membuat makanan ini jadi lebih nikmat.

Lokasi warung ini dekat dengan Goa Lawah. Cari deh di google maps, ada kok namanya.

4. Rumah Makan Terapung Kedisan.
Danau Batur, Desa Kedisan, Kintamani, Bali.

Contact person: Ibu Dewi.
Telpon. 081338699993, 0361-51752.
www.kedisan.com
 


Suasana rumah makan Kedisan, yang berada di bibir danau Batur.

Aku tahu mengenai rumah makan ini dari milis Jalansutra. Makanan disini organik semua. Sayur-sayurnya mereka tanam sendiri. Ikan mujair dan ikan masnya mereka tanam di danau, jadi dipastikan semua bahannya segar.

5. Ikan Bakar Pulau Serangan 

Biasanya pulau Serangan lebih dikenal sebagai pulau tempat penangkaran penyu. Tapi disisi lain pulau ini, tempat pemukiman warga, ada yang menjual ikan bakar di pinggir jalan.

Masuknya dari jalan Bypass I Gusti Ngurah Rai. Begitu menyeberang jembatan, akan bertemu persimpangan. Nanti akan ada pengutipan tiket masuk, entah untuk apa. Mungkin karena pulau ini dianggap tempat wisata penyu tadi. Gak mahal sih, bayarnya...
Setelah bayar tiket, belok kiri. Nanti lihat di sebelah kanan jalan, ada deh yang jualan ikan ini...

Ikan bakar (ikan jangki sulir) Rp.20.000,-
Ada ikan tuna Rp.35.000,- sampai 50.000,- tergantung ukuran (yang 50ribu yang di kanan), ikan tongkol Rp.15.000,-

Ikan bakar (ikan jangki salur) Rp.20.000,-
Plus sate cumi, plecing kangkung dan sambal matah
Cuma 2 kata yang menggambarkan pengalaman makan disini. ENAK dan MURAH.
Coba aja sendiri, deh ;-)

6. Sop dan Gule Ikan
Cabang Gubug Ibda, Denpasar

Jl. Gunung Sanghyang,
Timurnya Polresta Denpasar
091337333604 atau 08170672421


Informasi dari teman sekolahku dulu, yang adiknya tinggal di Bali. Siapa yang gak ngiler lihat aneka sop ikan murah dan enak? Ada yang isinya daging, atau kepala ikannya.
Ada ikan salmon, ikan kakap, atau ikan laut lainnya.
Sop kepala ikan kakap

Sop daging salmon

Daftar harga (tahun 2015)


Soo... inilah dia daftarnya. 
Semoga bisa membantu mempermudah mencari makanan halal di Bali. Kalau teman-teman punya referensi tempat lain, monggo ditambahkan di kolom komen.

Selasa, 29 Maret 2016

BPJS. Bikin Pasien Jadi Sabar

Menghabiskan waktu seharian ini, Selasa 29 Maret 2016, dirumah sakit...

Ceritanya, aku mau berobat pakai BPJS. Tenang... Alhamdulillah aku sehat kok. Hanya saja, persediaan obat untuk hipotiroid & hipertensiku habis. Jadi, ini aku hanya kontrol aja.

Sampai di RS. Omni Pulomas sekitar jam 07.49, didrop mas Harry. Aku dapat nomor antrian 308.
Alamaaak... jam berapa aku dapat giliran, nih???

Ah, tapi kan memang sudah diniatkan. Aku gak mau minta tolong Mat Sani untuk mengambilkan nomor pagi-pagi sekali.
*catatan: Mat Sani itu salah seorang satpam di lingkungan tempat tinggal kakak iparku di Pulomas, yang memang sering dimintai tolong ini itu.

Setelah dapat nomor, aku keluar area RS untuk cari sarapan. Bubur ayam yang mangkal dekat situ, bisa dibilang langgananku, lah.

Perut kenyang, kembali ke RS, dan dimulailah adegan M.E.N.U.N.G.G.U...

Sempat tidur (2x malah), main game di HP, jawabin pesan2 di grup whatsapp yang banyaknya melebihi seluruh jari tanganku., bengong, ke WC, dll.

Jam 10, kok agak lapar. Maklum, isi perut baru dikeluarkan (oops, maaf). Kembali ke warung tempat aku sarapan, kali ini beli seporsi pempek. Limabelas ribu rupiah dapat 3 pempek kecil. Pempek kapal selam kecil, adaan kecil, lenjer kecil.

Kembali ke RS, antrianku masih lama...
Kembali ke adegan M.E.N.U.N.G.G.U...

Sekitar jam 13, saat nomor antrian baru sampai no. 288, aku dikasih nomor antrian no. 208 oleh orang yang, entah kenapa, batal menggunakannya. Alhamdulillah, aku bisa langsung daftar.

Selesai mendaftar, dimulai lagi adegan M.E.N.U.N.G.G.U... kali ino, menunggu masuk ke ruang periksa.

Dan rezekiku hari ini, belum datang giliranku dipanggil masuk ke ruang periksa, keburu dokternya istirahat makan siang.
Berapa lama? No one knows, even the nurses...
Makanya aku gak berani meninggalkan posisi untuk (ikut) makan siang karena khawatir nanti giliranku terlewat.

Akhirnya pak dokter datang sekitar pk. 14.40. Ada 2 pasien sebelum aku yang dipanggil. Giliranku datang jam 14.55.
Aku keluar ruang periksa membawa surat pengantar untuk cek laboratorium dan resep untuk ditebus sekitar jam 15.00.

What???
Setelah 7 jam menunggu, proses pemeriksaan dokternya gak sampai 5 menit???
Baiklah... no problemo...
Kita lanjutkan saja, ya.

So... aku pun menuju farmasi (apotik) di lantai 2 yang khusus untuk pasien BPJS. Sekali lagi, aku diminta untuk melakukan adegan M.E.N.U.N.G.G.U...

Singkat kata, obat aku terima pada pk. 16.57. Pesan ojek, lalu kembali kerumah, sampai dirumah sudah jam 17.15.

Begitu lah kisah salah seorang pengguna BPJS hari ini.
Sekian...

Sabtu, 12 Maret 2016

Naik kereta

Kerinduanku akan naik kereta dicoba diusir dengan naik commuter line. Hahahahaha.... Jauh banget, yak... Tapi gapapa lah. Toh kereta api juga namanya...

Awalnya, kami ingin bertandang ke Depok, kerumah adik sepupuku, Ifa, dan juga keponakan mas Harry, Puthut, yang ternyata tinggal di kompleks perumahan yang sama, walau berbeda blok. Jadi, sekali dayung, dua pulau terlampaui.

Tapi kalau membayangkan macetnya jalanan menuju Depok, kok rasanya males ya naik mobil kesana. Setelah bertanya-tanya ke Ifa, akhirnya kami putuskan untuk naik commuter line, lalu disambung dengan naik angkot atau ojeg.

So... dari rumah, kami naik mobil ke Gondangdia. Mobil di parkir di area parkir pasar Gondangdia, yang berada persis didepan stasiun lalu berjalan kaki masuk stasiun. Karena kami sudah punya kartu e-money dari bank Mandiri, jadi kami tidak perlu membeli tiket kereta yang perlu pakai deposit sebesar Rp.10.000,- yang bisa di-refund di stasiun terakhir. Setiap orang perlu pegang 1 kartu e-money, ya sodara-sodara... Jadi untuk kami berdua, ya ada 2 kartu e-money.

Singkat cerita, kami berdua ketagihan naik commuter line :-D
Setelah perjalanan ke Depok itu, minggu depannya kami memutuskan naik kereta lagi, tapi kali ini ke Bekasi.

Seperti minggu sebelumnya, mobil kami parkir di pasar Gondangdia. Tapi setibanya kami di Bekasi, kok mendadak merasa enggan jalan-jalan di Bekasi. Spur of the moment, kami putuskan untuk ke Bogor saja sekalian. Jadilah, begitu tiba di Bekasi, kami langsung pindah kereta yang menuju Manggarai.
Turun di Manggarai, terus pindah kereta lagi yang menuju Bogor. Hahahahaha... norak banget, yak? Ah, bodoin amat... Hahahahaha...

Sampai di Bogor, pas saatnya makan siang. Kami bertanya-tanya, mana warung soto tempat pak Dahlan Iskan pernah makan soto. Berjalan sedikit keluar dari area stasiun, kami ketemu dengan deretan warung-warung dan gerobak-gerobak penjaja makanan

Selesai makan siang, kami menuju mushalla untuk menunaikan shalat Dhuhur. Kulihat, bangunan mushalla-nya bagus... Baru, bersih, rapi, berpendingin udara. Tapi sayang, antriannya panjang sekali. Akhirnya kami putuskan untuk shalat Dhuhur dirumah bulik Nurul, tantenya mas Harry yang tinggal di perumnas Depok Baru.

Hari Minggu berikutnya, kami ingin mencoba rute yang lainnya. Pilihannya, Serpong atau Tangerang. Kami pun memilih ke Serpong.
Kali ini, kami memulainya dari stasiun Kemayoran. Lumayan, lah. Kami bisa memarkir mobil di area parkir stasiun.

Sambil menunggu kereta yang akan membawa kami ke Tanah Abang tiba, iseng aku ngobrol dengan petugas PKD disana. Oleh yang bersangkutan, aku diarahkan untuk meng-install aplikasi Info KRL di playstore. Wah, enak banget... Kita jadi bisa tau peta rute commuter line, jadwal, dan juga posisi kereta yang sedang kita tunggu.

Ketika di Tanah Abang, kereta yang kami naiki sebenarnya adalah kereta dengan tujuan terjauh yaitu Maja. Tapi karena kami nggak mau sampai kemalaman, kami putuskan hanya akan sampai Serpong aja.

Turun di Serpong, kami sempat foto-foto sebentar sambil menunggu kereta yang akan membawa kami kembali ke Tanah Abang.

Wah... Seru juga lho, jalan-jalan naik kereta api. Kereta commuter line sekarang kondisinya sudah jauh lebih baik daripada dulu. Semua gerbongnya ber-AC. Beberapa malah ada TV hiburan yang berisikan aneka informasi menarik, mulai dari resep masakan, tips hubungan teman, bahkan soal hubungan antara anak dengan orangtua. Dan karena kami naik saat akhir pekan, kami selalu dapat tempat duduk. Tapi menurut teman yang sehari-hari menggunakan CL untuk ke kantor, saat jam kerja atau pulang kerja, suasanya bener2 padat seperti sarden. 

Semoga perkeretaapian Indonesia terus berbenah dan memperbaiki sarana dan pelayanannya pada masyarakat.



Jumat, 11 Maret 2016

Bapakku (2)


Sisi lain dari Bapakku yg mungkin tidak banyak diketahui oleh orang lain adalah, bahwa Bapakku memiliki sense of humor yg besar.
Kalo lagi datang isengnya, senyum dan ketawanya itu khaaas sekali. Foto dibawah ini sedikit banyak menggambarkan senyum "bandel"nya itu.


Kali lain, aku akan tulis kebandelan Bapakku saat kecil dulu. Sekarang, aku mau menulis keisengan, kelucuan Bapakku sebagai Bapak, juga sebagai dosen.

Saat aku dan Wawan masih SMA, dan diteruskan sampai waktu adikku Mita Prajoko masuk sekolah yg sama 5 tahun kemudian, Bapak pernah diminta menjadi ketua POMG. Sebagai Ketua Persatuan Orangtua Murid dan Guru, pantes2nya para guru tau lah bagaimana menulis nama Bapak dg benar.

Maklumlah, nama Bapak memang unik, sehingga orang sering salah menulisnya menjadi Yusuf Hadi Miarso, atau Yusuf Hadimiarso.

Sekali dua kali masih keliru, Bapakku masih bisa mengerti. Tapi setelah 7 tahun, dan kekeliruan itu masih saja terulang, gak heran Bapakku kesal.

Saat itu, Bapakku menerima surat dr walikelasnya Mita, ibu Marsinta Marpaung (saking nempelnya peristiwa ini, semuanya masih tertinggal di ingatanku). Surat itu ditujukan kepada Bapak Yusuf Hadi Miarso.

Sontak Bapakku marah, dan "mengancam" akan menulis surat balasan yg ditujukan kepada Ibu Marsinta Maung.
Untung... itu hanya ancaman kosong belaka. Kalau enggak, wah bisa2 adikku Mita jadi bulan2an para guru di sekolah... Hehehehehe

Keisengan lain dari Bapakku adalah selama di kampus UNJ (IKIP Jakarta).
Bapakku itu orangnya sangat teratur. Segala sesuatunya sudah dipersiapkan dan diperhitungan baik2. Kalau ada yg terjadi diluar hal tsb, sedapat mungkin Bapak akan menghindar. Well, kecuali kalau memang emergency, ya...

Contohnya, karena kesibukan bapakku sehari2, Bapak memberi kesempatan pd mahasiswa utk menelepon Bapak di jam2 antara pk. 05.00-07.00 atau antara pk. 19.00-20.00.
Kalau ada yg menelepon di luar jam2 tsb, hampir selalu Bapakku tidak bersedia menerima teleponnya, walaupun Bapak yg menerima teleponnya, dan Bapak sedang tidak melakukan sesuatu yg penting.

Hal lain, jam konsultasi. Bapak selalu minta mahasiswa untuk membuat janji konsultasi. Walau ketemu di kampus trus mau ketemu tanpa janji? Biasanya begini jawaban Bapakku, "Wah, maaf. Saya sudah ada acara lain..."

Belakangan Bapak cerita ke aku dirumah, bahwa "acara lain" tsb adalah tidur siang! Hahahahaha
Menurut Bapak, itu tidak berbohong. Hanya saja, tidak mengatakan yg sesungguhnya. Tentu saja, ceritanya sambil nyengir seperti di foto ini, trus masuk kamar & istirahat.

Hayooo... para (mantan) mahasiswanya Bapak... ngaku deh, siapa yg pernah mendapat jawaban seperti itu? Maaf ya, tapi Bapakku memang perlu istirahat siang. Maklum lah, hampir setiap hari selama masa hidupnya di Jakarta, Bapakku bangun pk. 02.30 untuk bekerja, lanjut mengajar dan melakukan kegiatan lain, disambung mengerjakan tugas lain sampai malam. Kalau gak tidur siang, ya gak kuat, lah...

Maafkan semua kesalahan & kekhilafan Bapakku, ya... agar beliau lapang jalannya menghadap Illahi... 

Tulisan ini kutulis sebagai status di akun facebook-ku tanggal 11 Desember 2015.
😢

Bapakku (1)

#rememberingmyfather

Buat sebagian besar orang yg mengenal Bapakku, pasti pernah mendengar kalau Bapakku itu galak. Emang bener, sih. Tapi, beliau galaknya hanya sama mereka yg bandel bin ndableg. Kalo kita baik2 aja, Bapakku bisa lebih baik lagi.

Tapi yg mau kuceritakan disini bukan itu.
Mungkin gak banyak yg tahu, bahwa dibalik karakternya yg keras & galak itu, Bapakku adalah lelaki romantis.

Pertemuan pertama antara Bapak dg Ibuku, salah satu contohnya.
Ibuku mahasiswa di IKIP Malang, sementara Bapak adalah salah satu dosen, walau bukan dosen langsung ibuku.

Waktu itu ada semacam acara seni di kampus. Ibuku yg hobi menyanyi, mengisi acara. Bapakku yg hobi fotografi, memotret Ibuku. Kata Bapakku, selain wajah Ibu yg manis, Bapak tertarik melihat betapa panjangnya rambut Ibuku.
Dalam hati Bapak mengatakan, sebagai orang yg keras & galak, perlu pendamping yg sabar. Nah, orang yg rambutnya panjang, pastilah sabar...

Hahahaha... sungguh pemikiran yg lain dari yg lain, tapi begitulah cerita Bapakku ke aku.

Ibuku yg pemalu, merasa jengah fotonya diambil lalu dipasang di mading kampus. Ibuku lalu menghubungi si fotografer (= Bapakku) untuk minta foto tsb.

Bapakku bilang, "boleh, tapi ambil ke tempat kost saya."
Rupanya, itu salah satu cara Bapakku utk mencari tahu apakah Ibuku punya pacar atau belum. Kalau sudah punya pacar, pasti diantar oleh pacarnya. Ternyata, Ibuku datang bersama temannya wanitanya.
Singkat kata, Bapak & Ibuku akhirnya menikah.

Setelah kami tinggal di Jakarta, tepatnya di Kemanggisan, aku sering melihat Bapak & Ibu dansa bila mendengar lagu kesukaan mereka dipasang di pemutar kaset.
Ah, senangnya kalau mengingat saat2 itu...

Satu lagi bukti keromantisan Bapakku, yaitu saat pengukuhan beliau sebagai Guru Besar di IKIP Jakarta.
Saat itu tahun 1988. Alm. Wawan, abangku, dan aku, sedang tidak berada dirumah karena kami masing2 ikut Program Pertukaran Pemuda Antar Negara (Wawan ke Kanada, aku ke Australia).

Untuk hari besarnya itu, hari pencapaian tertinggi untuk profesinya sebagai dosen, Bapakku memilih tanggal 18 Oktober, tanggal lahir Ibuku. Aaah... romantis, kan? Bahkan tanggal wafatnya Bapak saja berdekatan dengan tanggal wafatnya Ibuku. Sungguh, di mataku, beliau berdua memang ditakdirkan untuk bersama, di dunia dan di surga. Aamiiiin

Al Fatihah untuk:
- Wiryawan Setiahadi Nugraha
9 Januari 1967 - 25 Februari 1992
- Setiowati binti A. Tahir Hadisuparto
18 Oktober 1943 - 30 November 1997
- Yusufhadi Miarso
21 Maret 1934 - 29 November 2015

Tulisan ini kutulis sebagai status di facebook pada tanggal 11 Desember 2015, dengan sedikit tambahan.