Rabu, 05 Oktober 2016

Travel Gone Wrong

 

Desember tahun 2002 yg lalu, aku dan mas Harry mengadakan perjalanan darat ke Bali. Naik Kimbi, VW kombi kesayangan kami, ditemani Mul (teknisi), dengan rute: Jakarta – Malang – Bali – Yogyakarta – Pangandaran – Jakarta. Kebetulan, di bulan itu ada kegiatan Jambore VW di Kaliurang, Yogyakarta. Jadi rencananya tepatnya begini. Dari Jakarta kami akan singgah dan silaturrahim kerumah Oom-Tanteku di Malang. Dari situ kami akan ke Bali. Setelah puas berlibur di area Kuta dsk, kami akan ke Singaraja barang 2 malam. Kebetulan ada Tanteku yg lain yg suaminya bertugas di salah satu bank milik pemerintah di sana. Habis dari Bali, kami akan mengunjungi jamboree VW di Yogya, lalu ke Pangandaran utk bertahun baru disana, baru kembali ke Jakarta.

Etape pertama dimulai. Jam 9 pagi dari rumah kami menuju jalan tol Cikampek, masuk dari pintu tol Bekasi Barat. Baru saja melewati pintu tol Bekasi Timur, tiba-tiba Kimbi rusak!  Lagi enak2nya cruising, tiba2 dia ngerem mendadak. Di-gas gak mau nambah kecepatan, sulit pula dikendalikan. Untunglah kami menepi dg selamat. Setelah dicek, ternyata rodanya terkunci, nggak mau mutar. Mul dan mas Harry berusaha mengganti bannya, tapi mengalami kesulitan. Gak lama kemudian, datanglah mobil Derek Jasa Marga. Mereka membantu membukakan ban, tapi gak berhasil juga. Bayangkan saja, roda sedang berputar dg kecepatan 80 Km/jam mendadak berhenti, dia pasti akan mengunci dg kuatnya. Sudah bagus kami tidak mengalami kecelakan parah seperti selip (ngepot), terguling, atau menabrak/ditabrak kendaraan lain. Terpaksalah Kimbi diderek ke bengkel terdekat, adanya di Cibitung.

Walah… baru juga mulai perjalanan selama 1,5 jam, kami sudah mengalami kendala. Ohya, ada kendala kecil juga. Rupanya, Mul sempat nyopot sandalnya waktu memeriksa Kimbi.  Dan dia lupa memakainya lagi waktu Kimbi diderek. Jadilah dia terpaksa beli sandal baru di perjalanan… J

Kami sampai di bengkel yg tidak jauh tempatnya dari gerbang tol. Disana, roda kanan depan Kimbi yg bermasalah baru bisa dilepas setelah baut2nya dipanaskan dan dibelah dg las dan dibuka dg tracker. Benar2 bukan pekerjaan mudah… Ternyata, bearing/laher roda yg bermasalah…
Yg menyebalkan, sebenarnya sebelum melakukan perjalanan itu, kami sudah melakukan persiapan, yaitu service dan penggantian suku cadang dg yg baru. Lha kok ini malah rusak… Akhirnya malah kami meneruskan perjalanan itu dg bearing/laher roda yg lama dg selamat.

Alhamdulillah, selepas Cibitung itu etape pertama bisa kami lalui dg mulus. Di Malang, kami tinggal dirumah Oom Mamat, adik bungsu Ibuku. Selama 2 hari kami disana, kami mengunjungi sodara2ku yg lainnya. Sebagian Oom-Tante adik2nya Ibuku yg ada 4 keluarga, dan keponakan2 Bapak (sepupu2ku). Dan karena sempat kena hujan, payung lipatku yg baru jadi berguna sekali.

Dua hari berlalu, saatnya kami melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan menuju Bali, kami sempat berhenti sejenak di pinggir jalan di Situbondo utk ketemu dg kerabat disana yg baru kena musibah, yaitu rumahnya yg berada di pinggir kali Sampeyan hancur karena longsor. Pertemuannya memang hanya sebentar saja di pinggir jalan, sekedar menyampaikan bantuan apa adanya. Oleh kerabat ini, kami diberi sangu (bekal) berupa buah mangga hasil kebun sendiri. Ada yg sudah matang siap makan, ditaruh dalam tas plastik, dan ada yg masih mengkal (buat Bapakku, katanya) yg dimasukkan dalam kardus.

Bukannya aku tidak mau menyampaikan amanah itu utk Bapakku. Masalahnya, kami kan baru akan kembali ke Jakarta sekitar 10 hari lagi. Bagaimana kalau nasib mangga yg masih mengkal itu keburu matang dan busuk? Kata pak To, kerabatku itu, ya sudah, mangganya dimakan saja di jalan. Well… Dalam hati kami sudah merencanakan akan memberikannya pada keluarga Tanteku yg di Singaraja, sebagai buah tangan.

Sesampainya kami di pelabuhan Ketapang, kami sempat mengalami hujan lagi. Pas aku cari2 payung lipatku (yg baru itu), kok nggak ada?? Setelah kuingat2 lagi, sepertinya tertinggal dirumah Oomku di Malang. Dan waktu aku telepon, ternyata benar, payungnya ada di teras rumah… Yah.. mau bagaimana lagi? Gak mungkin juga kami balik ke Malang demi payung lipat, kan? Yah, sudah lah… aku ikhlaskan saja payung itu utk Tanteku…

Singkat kata, tibalah kami di Bali. Menginap di area Kuta-Legian, kami berkunjung ke Danau Batur, Pura Ulandanu, Patung GWK, Pura Uluwatu, dan beberapa tempat tujuan wisata lainnya. Saat tiba waktunya kami meneruskan perjalanan ke Singaraja sebelum harus meninggalkan Bali, saat masih di Denpasar, rem Kimbi blong! Di satu lampu merah di persimpangan jalan, Kimbi sampai nyundul mobil di depan kami! Untungnya tidak menimbulkan kerusakan di mobil itu, Alhamdulillah. Kamipun menepi dan berusaha mencari tau penyebabnya.

Mul akhirnya menemukan adanya kebocoran oli rem depan. Bukan menetes lagi, tapi mengucur! Praktis, Kimbi lumpuh… Setelah diperiksa lebih detil, Mul menemukan bahwa rumah caliper rem depan retak! Untungnya, mas Harry sudah menyimpan beberapa nomor telepon toko onderdil VW di Bali. Satu persatu kami telepon, nggak ada satupun yg punya stok rumah caliper. Suku cadang itu harus didatangkan dari Jakarta dan perlu waktu 3-4 hari. Waduh… bagaimana ini??

Yah, langkah pertama sepertinya harus cari bengkel VW dulu. Beberapa hari sebelumnya, kami sempat ngelas kedudukan knalpot Kimbi di satu bengkel kecil. Si teknisi las sempat cerita kalau pemilik bengkel las itu dulunya juga penggemar VW. Rupanya mas Harry sempat tanya ke teknisi las, dimana ada bengkel VW di sekitar Kuta-Denpasar, tanpa menyadari kalau akhirnya kami akan benar memerlukan bengkel itu. Si teknisi itu hanya memberikan alamat tanpa nomor telepon.

Berdasarkan alamat yg diberikan oleh teknisi las itu, mas Harry dan Mul naik taxi mencari bengkel VW tersebut. Aku menunggu di satu restoran dimana Kimbi numpang parkir. Setelah mas Harry menemukan alamatnya, Kimbi kami kendarai secara perlahan menuju bengkel. Kalau harus mengurangi kecepatan, mas Harry pakai cara rem mesin (menurunkan persneling) dan dibantu dg rem tangan. Alhamdulillah, kami bisa sampai bengkel tanpa insiden apa2.

Bengkel yg kami datangi rupanya bengkel tempat berkumpulnya teman2 klub VW Bali. Senangnya bisa bertemu dg sesama pemilik dan/atau penggemar VW. Pemeriksaan lebih detil mengkonfirmasi penemuan Mul, yaitu rumah caliper  rem depan kanan pecah. Dan karena kurangnya suku cadang yg tersedia, akhirnya pihak bengkel berinovasi dg cara melas kerusakan itu.

Mul dan mas Harry belum pernah mendengar ada rumah calliper rem yang dilas. Tapi karena keadaan, terpaksalah mas Harry merelakan rumah calliper remnya dilas. Kami pun harus bermalam 1 malam lagi di Bali. Mul memutuskan menginap di bengkel (tidur di mobil) karena dia ingin belajar ilmu melas rumah calliper. Bahkan boss bengkel tempat dia bekerja di Bekasi aja nggak tau bahwa hal ini mungkin dilakukan.
Aku dan mas Harry memutuskan menginap di Kuta karena hotel di Denpasar tarifnya mahal, hampir 2x lipat tarif hotel di Kuta. Lagipula di Kuta lebih banyak yg bisa kulihat dan kulakukan dibandingkan di Denpasar. Untuk transportasi dari Kuta ke Denpasar PP, mas Harry menyewa sepeda motor trail, mumpung hanya dia yg naik, aku gak perlu ikut.

Singkat cerita. Si Kimbi kembali sehat. Kami sempatkan menginap 1 malam di rumah Tante di Singaraja. Saat kami mau memberi 1 kardus mangga dari pak To, Tanteku bilang sambal menunjuk ke pohon2 mangga di halaman belakang rumah, “Kami juga baru saja panen mangga, Mia. Buanyak sekali, sampai harus dikasih2kan ke orang2. Mangganya buat Mia dan mas Harry sama teman2 saja.”

Well… baiklah kalau begitu, mangganya kami bawa saja ke Yogya…

Esok harinya kami berangkat meninggalkan Bali menuju Yogya, bersama2 rombongan konvoy teman2 VW Bali. Kami akan nunut konvoy mereka. Tikumnya di Pelabuhan Gilimanuk.

Dalam perjalanan menuju Yogya rombongan sempat harus berhenti beberapa kali (di luar jadwal ishoma dan isi BBM) karena ada 1-2 mobil yang bermasalah. Kami pun ikut berhenti, wong namanya juga nunut konvoy.

Dalam 1 kesempatan berhenti di sekitar Sragen, teman2 VW Bali keliatan mengeluarkan kompor portable dan memasak air untuk menyeduh kopi. Oh, sepertinya ini berhentinya akan sedikit lebih lama. Kami pun turun, mengeluarkan 1 kardus berisi manga pemberian pak To dari Situbondo. Kami tawarkan ke beberapa teman baru dan kita makan beramai2 di pinggir jalan, numpang duduk di warung tenda yang belum saatnya buka.

Sekitar 1,5 jam kemudian, lewat lah 1 kendaraan VW kombi dari rombongan kami. Ternyata itu kode bahwa mobil yg rusak sudah berhasil diperbaiki, kita melanjutkan perjalanan. Sontak kami semua (termasuk teman2 VW Bali yang berhenti bersama kami) kedandapan memasukkan barang2 mereka, memanggil orang2 untuk masuk ke mobil masing2 dan melanjutkan perjalanan. Kami pun demikian. Sempat panik karena Mul tidak keliatan di mana2. Begitu Mul nampak, kami panggil dia supaya segera masuk ke mobil. Alhamdulillaah, kami tidak tertinggal rombongan. Hanya saja, disela kepanikan tsb, kami lupa tidak memasukkan kardus isi mangga ke mobil. Jadilah kami menyumbangkan mangga2 enak itu untuk siapa saja yg berkenan mengambilnya…

Cerita Travel Gone Wrong belum berhenti sampai di situ…

Selesai acara di Yogya, kami mengajak teman (boss bengkelnya si Mul) dan teman2nya untuk meneruskan liburan ke Pangandaran. Sebelumnya, kami membeli 8 bungkus bakpia untuk oleh2 keluarga dan teman di Jakarta. Standar lah itu…

Saat tiba di penginapan di Pangandaran, karena khawatir bakpianya rusak bila disimpan di suhu ruang selama 2 malam, kami menitipkan bakpia2 tsb untuk disimpankan di kulkas penginapan. Beres, kami pun menikmati saat liburan di Pangandaran itu. Tiga hari 2 malam dan menyaksikan malam pergantian tahun di Pangandaran lumayan menyenangkan. Kami bisa main air di pantai, makan seafood enak dan segar, dan berjalan2 di hutan kecil dekat pantai.

Tanggal 1 Januari 2003 menjelang siang kami pun melanjutkan perjalanan, pulang menuju Jakarta. Entah karena aku pas masuk angin, atau kecapekan selama perjalanan, saat bertemu jalan berlika-liku menuju Banjar, aku merasa pusing dan mual. Sampai tak tertahankan, dan aku pun m*ntah…

Mas Harry menyarankan aku mengisi perut dengan memakan bakpia. DWEEEEEENG….

BAKPIA!!!!

Baru di situ kami sadar kalau belum mengambil bakpia yang kami titipkan di kulkas penginapan. Hahahahahaha… Aku langsung telpon ke penginapan itu dan bilang bahwa bakpia2 itu halal buat mereka…

Kesimpulan… Itu lah cerita Travel Gone Wrong yang kami alami di satu perjalanan.

1.       1. Laher ban depan si Kimbi rusak.

2.       2. Mul kehilangan sandal.

3.       3. Payungku tertinggal di rumah Oom di Malang.

4.       4. Rumah calliper rem depan retak.

5.      5.  Mangga 1 kardus tertinggal di Sragen.

6.       6. Bakpia sebanyak 8 bungkus tertinggal di penginapan di Pangandaran.

All in 1 trip… Di luar itu semua, Alhamdulillaah kami baik2 dan sehat2… Sungguh 1 perjalanan yang tidak mudah dilupakan…


Sorry panjang. Hehehehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar