Jumat, 20 November 2015

Ke Cirebon (lagi)



Dengan mulai dioperasikannya jalan tol Cipali, jarak tempuh dari Jakarta ke kota Cirebon bisa dipangkas hingga hampir setengahnya. Kalau dulu, kita bisa menghabiskan waktu sekitar 6-7 jam menuju Cirebon, maka sekarang hanya perlu waktu sekitar 3 jam saja untuk ke Cirebon. Mas Harry memprediksi, bahwa Cirebon akan segera menggantikan kota Bandung sebagai kota tujuan berlibur jangka pendek atau menengah bagi warga Jakarta.


Hari Sabtu tanggal 14 November 2015, aku dan mas Harry memutuskan ke Cirebon, walaupun rencanaku dengan teman2 untuk kesana batal. Kami berangkat dari rumah sekitar pk. 08.10. Setelah mengisi BBM, kami masuk jalan tol JORR (Jakarta Outer Ringroad) di gerbang Cakung Barat pk. 08.34. Tujuan pertama, pemandian air panas Banyu Panas di Palimanan. Believe it or not, itu adalah hasil browsing mas Harry for the very first time in his life… To honour that, aku setuju aja kesana, walau udara panas. Maksudku, panas2 kok ya mau berendam air panas, gitu loh...



Pk. 11, kami keluar pintu tol Palimanan, lalu menuju ke Banyu Panas, yang masuk daerah Gempol. Ternyata, lokasinya itu persiiiis bersebelahan dengan pabrik semen Indocement. Bayanganku bahwa pemandian air panas itu di daerah pegunungan yg adem, tenang, bersih, langsung buyar.

Lokasinya tidak terlalu jauh dari pemukiman. Walau jalan masuknya cukup dekat, tapi tidak tersedia angkutan umum. Mau tidak mau, kita harus menggunakan kendaraan pribadi.

Suasana adem juga tidak kami dapatkan. Ditambah lagi, kami tiba disana menjelang tengah hari. Silau, gerah, sepi, dan tidak ada ruangan berendam keluarga. Yg tersedia hanya kolam terbuka untuk umum. Akhirnya kami memutuskan untuk tidak jadi berendam. Kami hanya foto2 sedikit di sekitar kolam, sekedar buat bukti kalo udah nyampe sana.



Dari Banyu Panas, kami kembali masuk ke jalan tol, lalu keluar di pintu tol Plumbon. Kami mengisi perut di Griya Dahar 1837 (maunya dibaca Ibet), tidak jauh dari gerbang tol Plumbon. Aku memesan empal asem dengan lontong dan tahu gejrot. Mas Harry memilih nasi lengko biasa dan setengah porsi sate sapi.  Ditambah 2 gelas besar es teh manis, kami hanya harus membayar Rp.63.000,-



Dengan perut kenyang, kami meneruskan perjalanan ke Trusmi, kampong batik Cirebon. Puas berbelanja, kami pun check in di hotel sekitar pk. 16.30. Setelah beristirahat dan shalat Maghrib, kami keluar untuk mencari makan. Pilihan kami kali ini adalah seafood. Kami pun menuju jl. Siliwangi. Disana banyak terdapat warung2 tenda yg menjual aneka hidangan seafood. Kami memilih warung Pak Suryadi, yg berada di seberang hotel Langensari.

Ikan kerapu bakar, ikan pecah kulit (orang Cirebon mengenalnya sebagai ikan Kanang), jamur tiram goreng tepung, cah kangkung dengan nasi dan es jeruk kami pesan. Total kerusakan Rp.148.000,-



Selesai makan, kami jalan2 keliling seputar  kota Cirebon, kearah pasar. Aku teringat bumbu empal gentong pesanan mbak Dian, kakak iparku. Kami pun berhenti di salah satu toko oleh-oleh yang ada di sisi kiri jalan. Toko Sumber Jaya.

Sambil memilih2 belanjaan, mas Harry ngobrol dengan pemiliknya. Dari dia, kami dapat info mengenai tempat makan nasi jamblang lain yang juga enak. Tempatnya keciiil, tapi ruame karena enak. Bukanya agak siang, sekitar pk. 10, katanya. Tapi jam 13 biasanya sudah habis. Wah… berarti masih ada kesempatan kami makan nasi jamblang, nih. Kami berdua sepakat, besok kami akan sarapan pagi2 sekali di hotel, lalu jam 09.30 menuju ke Nasi Jamblang Debleng, mengikuti arahan dari si pemilik toko Sumber Jaya. Rasanya kok belum klop ke Cirebon kalo belum makan nasi jamblang.



So… esokan harinya, jam 9 pagi, kami sudah meninggalkan hotel. Setelah mencari2, Alhamdulillah akhirnya ketemulah itu nasi jamblang Debleng. Waktu kami tiba, disana sudah cukup ramai orang. Kursi yang tersedia hanya bisa menampung sekitar 8 orang. Gak heran kalau banyak pembeli yg membungkus utk dimakan dirumah. Jadi, kalau pun kita mendapat duduk di depan meja saji, siap2 aja ada tangan-tangan nyelonong di kanan, kiri dan atas kepala kita. Para pembeli gak sabar menunggu dilayani oleh penjual yg hanya 2 orang, jadi inisiatif mengambil sendiri makanan yg akan mereka bungkus.





Pagi itu, karena masih cukup kenyang, aku hanya pesan 1 bungkus nasi, dengan lauk telur dadar, tempe goreng 2 potong, dan 1 ekor sotong masak hitam. Mas Harry memilih lauk 2 potong semur tahu, telur dadar, sotong dan limpa. Dengan 2 gelas es teh manis, kami hanya membayar Rp.28.000,-








Dan memang benar, masakannya memang enak. Sotongnya empuuuk. Tempe gorengnya juara. Rasanya pas, tidak keasinan. Penjualnya pun ramah dan baik hati. Waktu aku tanya, itu lauk apa, selain menjawab, dia langsung menyendokkan sedikit lauk tersebut ke piringku untuk dicicipi.


Kata mas Harry, kali lain kami ke Cirebon lagi, kami HARUS makan di situ lagi…

Siap, Mas… Tempatnya sudah ku-save di googlemaps-ku, biar gak nyasar… :-D