Mereka berdua adalah temanku saat ikut program Pertukaran Pemuda Indonesia Australia tahun 1988-1989. Ridwan perwakilan dari Riau, Sulis perwakilan dari Lampung.
Setelah
program berakhir sekitar pertengahan Februari di Jember, kami hanya bisa saling
kontak melalui surat dan telepon. Tapi terus terang, telepon jarang kami
gunakan karena biayanya yang tidak sedikit. Jadi, hanya dengan surat-menyurat
lah kami terus berhubungan. Mind you, ini masih tahun 1989 ya… Boro-boro
blackberry atau smartphone. Handphone jadul yg segede batu bata aja belum ada.
Personal computer juga masih jarang ada di setiap rumah. Kalaupun ada, belum
ada sambungan internet. Jadi ya belum ada tante Google. Mungkin sebagian dari
kalian ada yg belum lahir… Hehehehehe…
Iya…
iya… saya emang udah tua…
Puas???? :-P
Seiring dengan berjalannya waktu, dan dengan kesibukan masing-masing, akhirnya ada masa dimana kami akhirnya saling kehilangan kontak
Untungnya, aku masih berhubungan dengan Tuti (sesame wakil dari Jakarta, yang kemudian memilih mengikuti jalur Wajib Militer dan sekarang menjadi Perwira di Angkatan Laut RI), dan Aisyah Robiah, wakil dari Kalimantan Selatan yang pernah tinggal di keluarga angkat yang sama denganku. Juga dengan Fazila, karena dia masih terhitung keluarga jauhku (dari garis Bapak). Diluar itu, aku hanya punya kartu namanya Ridwan dan Sulis.
Suatu
hari, aku memutuskan akan melacak teman-temanku itu… Aku mulai dari Sulis.
Di
kartu namanya, ada alamat dan nomor telpon rumahnya di Bandar Lampung. Aku tau,
nomornya pasti sudah berubah, sama halnya dengan nomor telepon rumah
Bapak-Ibuku. Dari hanya 6 digit menjadi 7 digit. Itupun kemudian berubah lagi.
Dua digit terakhir berubah dari 97 menjadi 21.
Kembali ke Sulis. Aku menelepon 108-nya Lampung, menanyakan perubahan nomor telepon di alamat rumah orangtuanya Sulis. Kutelepon lah nomor itu, untuk menanyakan apakah itu masih rumah orangtuanya Sulis? Kalau iya, dimana aku bisa menghubunginya. Ternyata, Sulis masih tinggal di rumah orangtuanya itu! Alhamdulillaah… Akhirnya aku terhubung lagi dengannya…
Giliran kedua, Ridwan. Sama seperti Sulis, aku menelepon 108-nya Riau untuk menanyakan perubahan nomor telepon. Kemudian aku menghubungi nomor itu.
Ternyata, itu adalah rumah kost2an… Yaah… aku sempat merasa patah arang karena merasa kecil kemungkinan mereka masih menyimpan nomor kontak mereka yg pernah kost disana. Tapi ternyata, rumah kost2an itu dimiliki oleh keluarganya Ridwan. Akupun diberi nomor telepon rumah Ridwan saat ini.
Waktu
aku telepon, yg menerima teleponnya adalah Ning, yang ternyata adalah istrinya
Ridwan. Rupanya Ridwan banyak bercerita tentang program, tentang kami. Jadi
Ning mengenali aku sebagai teman suaminya. Oleh Ning, aku diberikan nomor
telepon Ridwan di kantor.
Waktu
aku telepon Ridwan di kantornya, sengaja aku agak mempermainkan dia. Aku gak
langsung memberitahu identitasku. Kubiarkan dia berusaha mengenali aku. Eh, dia
masih mengenali suaraku, lho…
Duuuh…
senangnya aku bisa ketemu lagi sama 2 temanku yg selama ini hilang entah
kemana…