Desember tahun 2002 yg lalu, aku dan mas Harry mengadakan perjalanan darat ke Bali. Naik Kimbi, VW kombi kesayangan kami, ditemani Mul (teknisi), dengan rute: Jakarta – Malang – Bali – Yogyakarta – Pangandaran – Jakarta. Kebetulan, di bulan itu ada kegiatan Jambore VW di Kaliurang, Yogyakarta. Jadi rencananya tepatnya begini. Dari Jakarta kami akan singgah dan silaturrahim kerumah Oom-Tanteku di Malang. Dari situ kami akan ke Bali. Setelah puas berlibur di area Kuta dsk, kami akan ke Singaraja barang 2 malam. Kebetulan ada Tanteku yg lain yg suaminya bertugas di salah satu bank milik pemerintah di sana. Habis dari Bali, kami akan mengunjungi jamboree VW di Yogya, lalu ke Pangandaran utk bertahun baru disana, baru kembali ke Jakarta.
Etape pertama dimulai. Jam 9 pagi dari rumah kami menuju
jalan tol Cikampek, masuk dari pintu tol Bekasi Barat. Baru saja melewati pintu
tol Bekasi Timur, tiba-tiba Kimbi rusak!
Lagi enak2nya cruising, tiba2 dia ngerem mendadak. Di-gas gak mau nambah
kecepatan, sulit pula dikendalikan. Untunglah kami menepi dg selamat. Setelah
dicek, ternyata rodanya terkunci, nggak mau mutar. Mul dan mas Harry berusaha
mengganti bannya, tapi mengalami kesulitan. Gak lama kemudian, datanglah mobil
Derek Jasa Marga. Mereka membantu membukakan ban, tapi gak berhasil juga. Bayangkan
saja, roda sedang berputar dg kecepatan 80 Km/jam mendadak berhenti, dia pasti
akan mengunci dg kuatnya. Sudah bagus kami tidak mengalami kecelakan parah
seperti selip (ngepot), terguling, atau menabrak/ditabrak kendaraan lain. Terpaksalah
Kimbi diderek ke bengkel terdekat, adanya di Cibitung.
Walah… baru juga mulai perjalanan selama 1,5 jam, kami sudah
mengalami kendala. Ohya, ada kendala kecil juga. Rupanya, Mul sempat nyopot
sandalnya waktu memeriksa Kimbi. Dan dia
lupa memakainya lagi waktu Kimbi diderek. Jadilah dia terpaksa beli sandal baru
di perjalanan… J
Kami sampai di bengkel yg tidak jauh tempatnya dari gerbang
tol. Disana, roda kanan depan Kimbi yg bermasalah baru bisa dilepas setelah
baut2nya dipanaskan dan dibelah dg las dan dibuka dg tracker. Benar2 bukan
pekerjaan mudah… Ternyata, bearing/laher roda yg bermasalah…
Yg menyebalkan, sebenarnya sebelum melakukan perjalanan itu, kami sudah
melakukan persiapan, yaitu service dan penggantian suku cadang dg yg baru. Lha
kok ini malah rusak… Akhirnya malah kami meneruskan perjalanan itu dg
bearing/laher roda yg lama dg selamat.
Alhamdulillah, selepas Cibitung itu etape pertama bisa kami
lalui dg mulus. Di Malang, kami tinggal dirumah Oom Mamat, adik bungsu Ibuku.
Selama 2 hari kami disana, kami mengunjungi sodara2ku yg lainnya. Sebagian Oom-Tante
adik2nya Ibuku yg ada 4 keluarga, dan keponakan2 Bapak (sepupu2ku). Dan karena
sempat kena hujan, payung lipatku yg baru jadi berguna sekali.
Dua hari berlalu, saatnya kami melanjutkan perjalanan. Dalam
perjalanan menuju Bali, kami sempat berhenti sejenak di pinggir jalan di
Situbondo utk ketemu dg kerabat disana yg baru kena musibah, yaitu rumahnya yg
berada di pinggir kali Sampeyan hancur karena longsor. Pertemuannya memang
hanya sebentar saja di pinggir jalan, sekedar menyampaikan bantuan apa adanya.
Oleh kerabat ini, kami diberi sangu (bekal) berupa buah mangga hasil kebun
sendiri. Ada yg sudah matang siap makan, ditaruh dalam tas plastik, dan ada yg
masih mengkal (buat Bapakku, katanya) yg dimasukkan dalam kardus.
Bukannya aku tidak mau menyampaikan amanah itu utk Bapakku.
Masalahnya, kami kan baru akan kembali ke Jakarta sekitar 10 hari lagi.
Bagaimana kalau nasib mangga yg masih mengkal itu keburu matang dan busuk? Kata
pak To, kerabatku itu, ya sudah, mangganya dimakan saja di jalan. Well… Dalam
hati kami sudah merencanakan akan memberikannya pada keluarga Tanteku yg di
Singaraja, sebagai buah tangan.
Sesampainya kami di pelabuhan Ketapang, kami sempat
mengalami hujan lagi. Pas aku cari2 payung lipatku (yg baru itu), kok nggak
ada?? Setelah kuingat2 lagi, sepertinya tertinggal dirumah Oomku di Malang. Dan
waktu aku telepon, ternyata benar, payungnya ada di teras rumah… Yah.. mau
bagaimana lagi? Gak mungkin juga kami balik ke Malang demi payung lipat, kan?
Yah, sudah lah… aku ikhlaskan saja payung itu utk Tanteku…
Singkat kata, tibalah kami di Bali. Menginap di area
Kuta-Legian, kami berkunjung ke Danau Batur, Pura Ulandanu, Patung GWK, Pura
Uluwatu, dan beberapa tempat tujuan wisata lainnya. Saat tiba waktunya kami
meneruskan perjalanan ke Singaraja sebelum harus meninggalkan Bali, saat masih
di Denpasar, rem Kimbi blong! Di satu lampu merah di persimpangan jalan, Kimbi
sampai nyundul mobil di depan kami! Untungnya tidak menimbulkan kerusakan di
mobil itu, Alhamdulillah. Kamipun menepi dan berusaha mencari tau penyebabnya.
Mul akhirnya menemukan adanya kebocoran oli rem depan. Bukan
menetes lagi, tapi mengucur! Praktis, Kimbi lumpuh… Setelah diperiksa lebih
detil, Mul menemukan bahwa rumah caliper rem depan retak! Untungnya, mas Harry
sudah menyimpan beberapa nomor telepon toko onderdil VW di Bali. Satu persatu
kami telepon, nggak ada satupun yg punya stok rumah caliper. Suku cadang itu
harus didatangkan dari Jakarta dan perlu waktu 3-4 hari. Waduh… bagaimana ini??
Yah, langkah pertama sepertinya harus cari bengkel VW dulu.
Beberapa hari sebelumnya, kami sempat ngelas kedudukan knalpot Kimbi di satu
bengkel kecil. Si teknisi las sempat cerita kalau pemilik bengkel las itu
dulunya juga penggemar VW. Rupanya mas Harry sempat tanya ke teknisi las,
dimana ada bengkel VW di sekitar Kuta-Denpasar, tanpa menyadari kalau akhirnya
kami akan benar memerlukan bengkel itu. Si teknisi itu hanya memberikan alamat
tanpa nomor telepon.
Berdasarkan alamat yg diberikan oleh teknisi las itu, mas
Harry dan Mul naik taxi mencari bengkel VW tersebut. Aku menunggu di satu
restoran dimana Kimbi numpang parkir. Setelah mas Harry menemukan alamatnya, Kimbi
kami kendarai secara perlahan menuju bengkel. Kalau harus mengurangi kecepatan,
mas Harry pakai cara rem mesin (menurunkan persneling) dan dibantu dg rem
tangan. Alhamdulillah, kami bisa sampai bengkel tanpa insiden apa2.
Bengkel yg kami datangi rupanya bengkel tempat berkumpulnya
teman2 klub VW Bali. Senangnya bisa bertemu dg sesama pemilik dan/atau
penggemar VW. Pemeriksaan lebih detil mengkonfirmasi penemuan Mul, yaitu rumah
caliper rem depan kanan pecah. Dan
karena kurangnya suku cadang yg tersedia, akhirnya pihak bengkel berinovasi dg
cara melas kerusakan itu.
Mul dan mas Harry belum pernah mendengar ada rumah calliper
rem yang dilas. Tapi karena keadaan, terpaksalah mas Harry merelakan rumah
calliper remnya dilas. Kami pun harus bermalam 1 malam lagi di Bali. Mul
memutuskan menginap di bengkel (tidur di mobil) karena dia ingin belajar ilmu
melas rumah calliper. Bahkan boss bengkel tempat dia bekerja di Bekasi aja
nggak tau bahwa hal ini mungkin dilakukan.
Aku dan mas Harry memutuskan menginap di Kuta karena hotel di Denpasar tarifnya
mahal, hampir 2x lipat tarif hotel di Kuta. Lagipula di Kuta lebih banyak yg
bisa kulihat dan kulakukan dibandingkan di Denpasar. Untuk transportasi dari
Kuta ke Denpasar PP, mas Harry menyewa sepeda motor trail, mumpung hanya dia yg
naik, aku gak perlu ikut.
Singkat cerita. Si Kimbi kembali sehat. Kami sempatkan
menginap 1 malam di rumah Tante di Singaraja. Saat kami mau memberi 1 kardus
mangga dari pak To, Tanteku bilang sambal menunjuk ke pohon2 mangga di halaman
belakang rumah, “Kami juga baru saja panen mangga, Mia. Buanyak sekali, sampai
harus dikasih2kan ke orang2. Mangganya buat Mia dan mas Harry sama teman2
saja.”
Well… baiklah kalau begitu, mangganya kami bawa saja ke
Yogya…
Esok harinya kami berangkat meninggalkan Bali menuju Yogya,
bersama2 rombongan konvoy teman2 VW Bali. Kami akan nunut konvoy mereka.
Tikumnya di Pelabuhan Gilimanuk.
Dalam perjalanan menuju Yogya rombongan sempat harus
berhenti beberapa kali (di luar jadwal ishoma dan isi BBM) karena ada 1-2 mobil
yang bermasalah. Kami pun ikut berhenti, wong namanya juga nunut konvoy.
Dalam 1 kesempatan berhenti di sekitar Sragen, teman2 VW
Bali keliatan mengeluarkan kompor portable dan memasak air untuk menyeduh kopi.
Oh, sepertinya ini berhentinya akan sedikit lebih lama. Kami pun turun,
mengeluarkan 1 kardus berisi manga pemberian pak To dari Situbondo. Kami
tawarkan ke beberapa teman baru dan kita makan beramai2 di pinggir jalan,
numpang duduk di warung tenda yang belum saatnya buka.
Sekitar 1,5 jam kemudian, lewat lah 1 kendaraan VW kombi
dari rombongan kami. Ternyata itu kode bahwa mobil yg rusak sudah berhasil
diperbaiki, kita melanjutkan perjalanan. Sontak kami semua (termasuk teman2 VW
Bali yang berhenti bersama kami) kedandapan memasukkan barang2 mereka,
memanggil orang2 untuk masuk ke mobil masing2 dan melanjutkan perjalanan. Kami
pun demikian. Sempat panik karena Mul tidak keliatan di mana2. Begitu Mul
nampak, kami panggil dia supaya segera masuk ke mobil. Alhamdulillaah, kami
tidak tertinggal rombongan. Hanya saja, disela kepanikan tsb, kami lupa tidak
memasukkan kardus isi mangga ke mobil. Jadilah kami menyumbangkan mangga2 enak
itu untuk siapa saja yg berkenan mengambilnya…
Cerita Travel Gone Wrong belum berhenti sampai di situ…
Selesai acara di Yogya, kami mengajak teman (boss bengkelnya
si Mul) dan teman2nya untuk meneruskan liburan ke Pangandaran. Sebelumnya, kami
membeli 8 bungkus bakpia untuk oleh2 keluarga dan teman di Jakarta. Standar lah
itu…
Saat tiba di penginapan di Pangandaran, karena khawatir
bakpianya rusak bila disimpan di suhu ruang selama 2 malam, kami menitipkan
bakpia2 tsb untuk disimpankan di kulkas penginapan. Beres, kami pun menikmati
saat liburan di Pangandaran itu. Tiga hari 2 malam dan menyaksikan malam
pergantian tahun di Pangandaran lumayan menyenangkan. Kami bisa main air di
pantai, makan seafood enak dan segar, dan berjalan2 di hutan kecil dekat
pantai.
Tanggal 1 Januari 2003 menjelang siang kami pun melanjutkan
perjalanan, pulang menuju Jakarta. Entah karena aku pas masuk angin, atau
kecapekan selama perjalanan, saat bertemu jalan berlika-liku menuju Banjar, aku
merasa pusing dan mual. Sampai tak tertahankan, dan aku pun m*ntah…
Mas Harry menyarankan aku mengisi perut dengan memakan
bakpia. DWEEEEEENG….
BAKPIA!!!!
Baru di situ kami sadar kalau belum mengambil bakpia yang kami
titipkan di kulkas penginapan. Hahahahahaha… Aku langsung telpon ke penginapan
itu dan bilang bahwa bakpia2 itu halal buat mereka…
Kesimpulan… Itu lah cerita Travel Gone Wrong yang kami alami
di satu perjalanan.
1. 1. Laher ban depan si Kimbi rusak.
2. 2. Mul kehilangan sandal.
3. 3. Payungku tertinggal di rumah Oom di Malang.
4. 4. Rumah calliper rem depan retak.
5. 5. Mangga 1 kardus tertinggal di Sragen.
6. 6. Bakpia sebanyak 8 bungkus tertinggal di
penginapan di Pangandaran.
All in 1 trip… Di luar itu semua, Alhamdulillaah kami baik2
dan sehat2… Sungguh 1 perjalanan yang tidak mudah dilupakan…
Sorry panjang. Hehehehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar