Jumat, 11 Maret 2016

Bapakku (1)

#rememberingmyfather

Buat sebagian besar orang yg mengenal Bapakku, pasti pernah mendengar kalau Bapakku itu galak. Emang bener, sih. Tapi, beliau galaknya hanya sama mereka yg bandel bin ndableg. Kalo kita baik2 aja, Bapakku bisa lebih baik lagi.

Tapi yg mau kuceritakan disini bukan itu.
Mungkin gak banyak yg tahu, bahwa dibalik karakternya yg keras & galak itu, Bapakku adalah lelaki romantis.

Pertemuan pertama antara Bapak dg Ibuku, salah satu contohnya.
Ibuku mahasiswa di IKIP Malang, sementara Bapak adalah salah satu dosen, walau bukan dosen langsung ibuku.

Waktu itu ada semacam acara seni di kampus. Ibuku yg hobi menyanyi, mengisi acara. Bapakku yg hobi fotografi, memotret Ibuku. Kata Bapakku, selain wajah Ibu yg manis, Bapak tertarik melihat betapa panjangnya rambut Ibuku.
Dalam hati Bapak mengatakan, sebagai orang yg keras & galak, perlu pendamping yg sabar. Nah, orang yg rambutnya panjang, pastilah sabar...

Hahahaha... sungguh pemikiran yg lain dari yg lain, tapi begitulah cerita Bapakku ke aku.

Ibuku yg pemalu, merasa jengah fotonya diambil lalu dipasang di mading kampus. Ibuku lalu menghubungi si fotografer (= Bapakku) untuk minta foto tsb.

Bapakku bilang, "boleh, tapi ambil ke tempat kost saya."
Rupanya, itu salah satu cara Bapakku utk mencari tahu apakah Ibuku punya pacar atau belum. Kalau sudah punya pacar, pasti diantar oleh pacarnya. Ternyata, Ibuku datang bersama temannya wanitanya.
Singkat kata, Bapak & Ibuku akhirnya menikah.

Setelah kami tinggal di Jakarta, tepatnya di Kemanggisan, aku sering melihat Bapak & Ibu dansa bila mendengar lagu kesukaan mereka dipasang di pemutar kaset.
Ah, senangnya kalau mengingat saat2 itu...

Satu lagi bukti keromantisan Bapakku, yaitu saat pengukuhan beliau sebagai Guru Besar di IKIP Jakarta.
Saat itu tahun 1988. Alm. Wawan, abangku, dan aku, sedang tidak berada dirumah karena kami masing2 ikut Program Pertukaran Pemuda Antar Negara (Wawan ke Kanada, aku ke Australia).

Untuk hari besarnya itu, hari pencapaian tertinggi untuk profesinya sebagai dosen, Bapakku memilih tanggal 18 Oktober, tanggal lahir Ibuku. Aaah... romantis, kan? Bahkan tanggal wafatnya Bapak saja berdekatan dengan tanggal wafatnya Ibuku. Sungguh, di mataku, beliau berdua memang ditakdirkan untuk bersama, di dunia dan di surga. Aamiiiin

Al Fatihah untuk:
- Wiryawan Setiahadi Nugraha
9 Januari 1967 - 25 Februari 1992
- Setiowati binti A. Tahir Hadisuparto
18 Oktober 1943 - 30 November 1997
- Yusufhadi Miarso
21 Maret 1934 - 29 November 2015

Tulisan ini kutulis sebagai status di facebook pada tanggal 11 Desember 2015, dengan sedikit tambahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar