Sabtu, 20 Oktober 2012

Naik sepur 1

Aku lahir di Malang, Jawa Timur. Tapi tahun 1972, waktu umurku sekitar 3 tahun, Bapakku mendapat pekerjaan di Jakarta dan kami (Ibu, Wawan dan aku) diboyong semua ke ibukota. Mulailah aku menjadi warga Jakarta. Tapi Eyang dan beberapa Oom dan Tanteku (adik2nya Ibuku), masih tinggal di Malang. Jadilah, hampir setiap saat libur sekolah kami habiskan di kota apel itu. Biasanya kami kesana saat bulan Ramadhan karena pas sekolah diliburkan selama 1 bulan, atau saat libur kenaikan kelas. Dari Jakarta, kami menumpang mobil Bapakku, VW Kombi. Makanya sampe sekarang aku sukaaaa sekali dg mobil berbadan seperti roti tawar itu. Dan dalam perjalanan pulang ke Jakarta, kerap kami mampir ke Yogyakarta, sowan kerumah Pakde-Budeku, kakak2nya Bapak. Menginap barang 2-3 malam, baru kembali kerumah.

Walau kami lebih sering menggunakan moda mobil pribadi saat mudik, tetapi pernah juga beberapa kali kami menggunakan kereta api. Biasanya Mutiara Utara, turun di Surabaya lanjut dg travel ke Malang.

Yg mau aku ceritakan disini adalah pengalamanku pertama kali naik kereta sendiri waktu aku masih di bangku SMP. Ceritanya, aku mau berlebaran dirumah Eyang di Malang. Entah bagaimana, kok aku rencananya akan ke Malang naik kereta bersama Oom Mamat, adik bungsu Ibuku, yg tinggal dg Tanteku di Jl. Kalibata Tengah, Pancoran. Kalo ndak salah, aku menyusul Ibu dan adik2ku yg sudah lebih dulu berangkat ke Malang. Aku lupa, Wawan ada di Malang juga atau tidak. Yg pasti, Bapak masih di Jakarta karena Bapak yg ngantar aku ke stasiun.

Diantar Bapak, aku pergi ke stasiun Kota. Dua buah tiket sudah di tangan, tapi Oomku kok belum datang juga? Setelah berhasil menelepon kerumah Tante, ternyata Oomku mendadak tidak bisa berangkat karena ada urusan pekerjaan. Yaaah... lantas, bagaimana, ini?

Bapakku tanya, kamu berani nggak pergi sendiri? Nanti di Surabaya bisa kan naik kereta atau naik travel ke Malang? Aku jawab, "Bisa. Berani." Habis, daripada nggak jadi berlebaran di Malang...???
Tiket ekstra itu dijual oleh Bapak (harganya nggak dinaikkan, lho. Bapakku kan bukan calo tiket kereta. Hehehehe) pada seorang (yg mengaku) mahasiswa yg juga akan  ke Malang.
*catatan: mulai sekarang, si orang-yg-mengaku-mahasiswa itu akan aku sebut sebagai si mahasiswa*

Jadilah hari itu aku berangkat sendirian ke Malang naik kereta api, for the first time. Awalnya aku dan si mahasiswa diem2an aja. Kagok, bo... Duduk deketan sama cowok dewasa yg gak aku kenal...
Duduk di deret seberang, ada satu keluarga dg 2 anak. Di belakangku juga sekeluarga. Aku jadi merasa sedikit aman, karena tidak dikelilingi oleh orang2 yg menyeramkan atau misterius. *lebay*

Keadaan di gerbong kami, khususnya yg berdekatan dg kursi tempatku duduk tenang2 aja, sampai keesokan harinya. Ketegangan sudah mulai luntur, kami sudah mulai bercakap2. Walau kebanyakan berupa mereka bercakap2, aku hanya menjadi pendengar. Sampai salah seorang diantara mereka tanya, kemana aku mau pergi. Kujawab, "Malang."

"Nanti, dari Surabaya mau naik apa ke Malang?"

Aku sudah memikirkan perihal bagaimana aku akan ke Malang dari Surabaya sepanjang malam. Bus, atau kereta api?

Terminal bus di Malang (waktu itu masih di Klojen) cukup dekat dari rumah Eyang. Aku tau jalannya, jadi bisa naik becak. Tapi masalahnya, di Surabaya, terminal bus-nya (masih di Wonokromo) jauh dari stasiun Pasar Turi, tujuan akhir keretaku. Aku masih harus naik kendaraan umum dari stasiun Pasar Turi ke terminal Wonokromo. Ini yg aku nggak tau. Repot kan? Jauh2 dari Jakarta mau ke Malang, masak nyasarnya di Surabaya? Nggak lucu banget kan?

Sementara naik kereta dari Surabaya ke Malang, rasanya menjadi alternatif yg paling baik. Di Surabaya aku nggak perlu kemana2 utk meneruskan perjalananku ke Malang. Cukup beli tiket di loket, terus nunggu keretanya datang. Begitu sampai di stasiun Malang, naik becak juga ke rumah Eyangku.

*catatan: rumah Eyangku dulu di Jl. Hamid Rusdi, Malang ternyata sangat strategis ya? Dekat dg terminal bus antar kota dan stasiun*

Jad, begitu aku ditanya oleh Ibu yg duduk di seberangku, aku mantap menjawab, "Naik kereta api."

Bapak yg duduk di belakangku nimbrung pembicaraan dg menceritakan pengalamannya naik kereta dari Surabaya ke Malang tahun lalu di waktu dekat2 Lebaran seperti saat ini. Katanya, keretanya penuuuuh sekali, beliau sampai harus berdiri. Tidak hanya sekedar berdiri, tapi berdirnya benar2 sempit-sampai-beliau-nggak-bisa-bergerak. Buruknya lagi, jempol kaki si Bapak terinjak oleh orang lain sampe membiru, kukunya lepas dan sampai setahun kemudian (hari itu), kukunya belum tumbuh sempurna...

Haiyyyyaaaaa... Ketakutan dong, aku... Secara, aku cewek manis yg banyak ditaksir cowok *Ge-eR lebih baik daripada minder* apa jadinya kalo nggak punya kuku jempol kaki? Waaah... menurunkan pasaran banget, kan...??? Hehehehe...

Cerita si Bapak membuatku berpikir lagi. Waduh... gimana, ini ya...??? Jadi baiknya aku naik apa?
Kalo aku mengakui aku nggak tau jalan menuju terminal Wonokromo, aku khawatir akan menjadi korban dari orang2 yg ada di sekeliling aku saat itu, yg punya niat nggak bener. Tanpa aku sadari, ternyata si mahasiswa yg membeli tiket dari Bapak juga sibuk berpikir alternatif jalan menuju Malang.

Belum lama aku berpikir, aku mendengar si mahasiswa teriak, "Lho... Kok kereta ini lewat Wonokromo??" Aku tersadar dari pikiranku yg melayang2, dan melihat ke jendela. Eh iya. Kereta ini berhenti di stasiun Wonokromo, yg berada tepat di seberang terminal bus Wonokromo. Setahuku, biasanya hanya kereta Bima (yg lewat jalur Selatan) yg melewati rute dan berhenti disini.

In a split second, aku dan si mahasiswa memutuskan untuk turun di stasiun ini. Berdua (mendadak aku jadi berasa seperti adiknya si mahasiswa ini, bo... Hehehe) kami keluar stasiun menuju terminal bus. Kalau jalan kaki lumayan jauh, jadi kami berdua naik 1 becak. Doi yg bayar :-)
Sampai terminal kami segera mencari bus ke Malang yg masih kosong. Alhamdulillah, kami bisa segera naik bus dan duduk di deretan paling belakang, aku duduk deket jendela. Untung, koper kecil dan tasku nggak ketinggalan... Hehehehe. Enaknya lagi, si mahasiswa itu mbayarin ongkos busku! Lumayaaan...

Tapi, walau merasa jadi adiknya si mahasiswa, tetep aja aku nggak berani tidur selama perjalanan dari Surabaya ke Malang. Masih ada sisa rasa khawatir yg cukup besar terhadap si mahasiswa itu. Haaaa... daku ternyata parno, ya.... Hahahaha... Aku takut lah kalo aku tinggal tidur, nanti koper dan tasku dibawa lari oleh si mahasiswa itu. Norak banget ya? Hehehehe.

Ternyata, kekhawatiranku sungguh nggak beralasan. Si mahasiswa turun di daerah seputaran Blimbing dg membawa hanya tasnya sendiri, koper dan tasku aman ;-)

Singkat cerita, aku tiba di terminal Klojen, menawar dan naik becak kerumah Eyangku di Jl. Hamid Rusdi. Sampai dirumah Eyang, kedatanganku menjadi kejutan buat Eyang, Ibu, dan tante-oomku disana. "Mana Oom Bambang?"

Lho??? Yg rencananya berangkat bareng dg aku ke Malang kan Oom Mamat. Kenapa yg ditanya kok malah Oom Bambang??
*sorry... aku lupa cerita... Ibuku itu anak sulung dari 13 bersaudara (banyak, ya??). Oom Mamat adalah yg bungsu. Nah, Oom Bambang ini adik Ibuku yg nomor 12. Waktu itu, beliau lagi kuliah di ITS dan tinggal dirumah Tanteku, adiknya Ibu yg nomor 2. Selamat bingung ;-)*

Ternyata, oh ternyata... Bapakku menelepon Ibuku di Malang, memberi tahu kalo akhirnya aku berangkat sendiri ke Malang. Karena khawatir dg anaknya yg cantik ini *sekali lagi, Ge-eR lebih baik daripada minder :-p*, Ibuku minta tolong pada Oom Bambang yg memang tinggal di Surabaya, utk menemui aku di stasiun Pasar Turi dan ngantar aku ke Malang, entah naik sepeda motor (keciiiil kemungkinannya, sih), atau naik travel. Pokoknya, dijemput di stasiun, terus bareng ke Malang.

Pantesan aja mereka yg ada di Malang kaget waktu aku nyampe rumah Eyang, sendirian, naik becak pula (walau sudah pasti mereka nggak akan menyangka aku naik becak dari Surabaya, sih...).

Yg kasihan, ya Oom Bambang... Entah berapa lama Oomku itu bertahan nunggu di Pasar Turi, nyari2 ponakannya yg satu ini. Jangan2, Oomku itu sempat berpikir, kalo ponakannya yg manis dan baik hati ini diculik orang... Hehehehehe...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar