Ke
Australia!!! Gratis (malah mendapat uang saku), tinggal dengan orangtua angkat,
mendapat pengalaman kerja, belum lagi mendapatkan pengalaman yg tidak akan
terlupakan seumur hidup… Rasanya seperti dapat rejeki nomplok!
Begitu
lah yg aku rasakan sewaktu mendapat kepastian bahwa aku berhasil menjadi salah
satu wakil dari Jakarta untuk menjadi peserta program ini. Di tahun yg sama, alm.
mas Wawan mengikuti program Pertukaran Pemuda Indonesia Kanada.
Informasi
mengenai program ini kami dapatkan dari kak Bambang, Pembina kami di Purna Paskibraka
Jakarta Barat. Tahun 1986, kak Bambang mengikuti program ini. Kami berdua, aku
dan Wawan, sama-sama tertarik mengikutinya.
Langkah
pertama setelah mendaftar, adalah tahap seleksi. Tes tulis mencakup pengetahuan
umum, kewarganegaraan, dan Bahasa Inggeris. Juga ada tes kesenian, dimana para
peserta program diharapkan menguasai salah satu bentuk kesenian tradisional
Indonesia, dikhususkan kesenian daerahnya masing-masing, dalam hal ini,
kebudayaan Jakarta.
Alhamdulillah,
kami berdua lulus!! Wawan ke Kanada, aku ke Australia.
Secara
garis besar, program AIYEP tahun 1988 adalah sebagai berikut.
Dari
daerah asal kami masing2, kami dikumpulkan di Bumi Perkemahan Cibubur untuk
masa persiapan (Pre-Departure Training) selama 10 hari. Enam belas
pemuda-pemudi (8 laki-laki, 8 perempuan) dari 13 propinsi di Indonesia. Kami
dipersiapkan untuk menjadi duta bangsa, tidak lagi mewakili pribadi, keluarga,
atau propinsi, tapi kami akan mewakili bangsa Indonesia. Persiapannya tidak
boleh main-main…
Setelah
10 hari, kami-pun berangkat ke Australia, dimana yg menjadi tuan rumah adalah negara
bagian Queensland.
Di
Brisbane, ibukota Queensland, kami menjalani masa orientasi lagi selama sekitar
5 hari, sebelum kemudian tinggal di keluarga angkat yg pertama di Stanthorpe,
yg merupakan kota kecil (fase rural) selama 2 minggu. Selain bekerja (magang)
atau membantu pekerjaan di perkebunan milik keluarga, kami juga mengadakan kunjungan
ke sekolah2, dan menutup fase di Stanthorpe dengan pertunjukan kesenian.
Selesai
dari daerah terpencil atau kecil, kami kembali ke Brisbane untuk tinggal di
keluarga angkat yg kedua. Kegiatan kami disini adalah magang di perusahaan2
atau kantor2 sesuai dengan spesifikasi yg kami berikan. Perpisahan dengan
keluarga angkat juga ditutup dengan pertunjukan kesenian.
Setelah
2 fase tersebut tuntas, kami diajak berlibur ke Utara, yaitu ke kota
Townsville. Berangkat naik pesawat, pulang ke Brisbane naik kereta api. Kami
diajak ke Coochie Mudlo Island, ke hutan hujan, dan tempat-tempat menarik
lainnya. Yah, namanya juga lagi berlibur…
Selain
kegiatan magang, pertunjukan kesenian dan jalan-jalan, kami juga melakukan
kunjungan kehormatan ke petinggi2 kota dan Negara bagian, yaitu walikota
Brisbane dan Gubernur Jenderal Negara Bagian Queensland. Dan karena pada saat
yg bersamaan Brisbane sedang menjadi tuan rumah untuk World Expo 1988, maka
kami pun berkesempatan mengunjungi ajang pameran besar kaliber dunia itu.
Bayangkan Pekan Raya Jakarta, tapi stand-stand atau paviliun2 yang ada
merupakan perwakilan suatu negara! Sungguh suatu pengalaman yg belum tentu bisa
diulang kembali…
Selesai
fase Australia, kami-pun dipasangkan dengan pemuda-pemudi Australia
(counterpart), kemudian melanjutkan program ke Indonesia. Counterpart-ku, Kathy
Taylor, adalah seorang mahasiswi yg berasal dari kota kecil, Gympie.
Keluarganya adalah keluarga petani. Saat ini ia bersama suaminya tinggal di
London, dan sudah memiliki 2 orang anak.
Tiba
di Jakarta, kami menjalani masa orientasi lagi, khususnya utk peserta
Australia. Jangan salah… Mereka juga perlu beradaptasi dengan situasi dan
kebiasaan2 di Indonesia, lho. Contohnya, antara lain adalah menyeberang jalan.
Di
Australia, jika ada pejalan kaki yg akan menyeberang di zebra cross, hampir bisa
dipastikan, pengemudi kendaraan bermotor akan berhenti memberi kesempatan untuk
menyeberang. Sementara disini, whooo… kalian tau sendiri gimana kondisinya,
kan? Kalau mereka tidak diberi tahu kondisi ini, bisa2 mereka akan tertabrak
sepeda motor saat mereka akan menyeberanng.
Selain
itu, beberapa dari mereka berasal dari kota kecil di Australia. Saking
kecilnya, mereka tidak pernah mengalami macet, bahkan ada juga yg tinggal di
kota yg tidak ada lampu lalu lintas!! Ternyata, mereka ada juga yg lebih kamso
daripada kita, ya? Hehehehehehe…
Fase
Indonesia akan diadakan di kota Jember, Jawa Timur. Kami berangkat naik kereta
api ke Surabaya, disambung dengan bus charter. Tiba di Jember, kami langsung
disambut dg acara seremonial, dimana kami langsung akan bertemu dg keluarga2
angkat kami masing-masing.
Orangtua
angkat kami yg pertama adalah Walikota Jember. Kami tinggal dirumahnya selama 2
minggu. Kemudian berpindah ke rumah keluarga Darminto, seorang pejabat di PTP
XII. Giliran berikutnya, kami tinggal di satu keluarga pemilik peternakan
campur di kota Jember. Dan keluarga angkat yg terakhir adalah di keluarga
seorang pejabat di PTP XI, yg rumahnya berada sedikit keluar kota. Halaman
rumahnya besaaar, ada banyak pohon buah-buahan seperti rambutan, durian, jambu
bali, dll. Karena tempatnya mencukupi, mereka menerima 2 pasang peserta. Selain
aku dan Kathy, juga ada Miswan Penyang dan Peter Bartu.
Seperti
fase2 di Australia, di Jember ini pun kami melakukan magang. Namun pemilihan
tempat magangnya sungguh menarik, karena tidak bisa kami bayangkan sebelumnya.
Tempat
magangku yg pertama adalah sebuah salon kecantikan, dimana aku dan Kathy
belajar memotong rambut, mencuci rambut dan melakukan creambath. Ketrampilan
memotong rambut ini pernah kami praktekkan ke adik-adik angkat kami di keluarga
Darminto, yg memiliki 4 orang anak perempuan.
Tempat
magang kedua dan keempat adalah kantor PTPN XII dan PTPN XI. Namun kami hanya
menjadi tamu. Tidak banyak yg kami lakukan, hanya melakukan kunjungan-kunjungan
ke sub unit mereka seperti ladang tembakau, gudang tembakau, kantor litbang,
dll.
Tempat
magang ketiga adalah peternakan milik keluarga angkatku. Peternakan mereka
disebut peternakan campur atau mix farming karena mereka memiliki sapi perah
dan ayam petelur. Tugas kami setiap hari adalah mengumpulkan telur2 ayam dari
kandang kemudian dikemas. Untungnya, kami tidak diharuskan memerah susu karena
sudah dikerjakan oleh petugasnya. Kami hanya mengemas susu-susu itu dalam plastik
kemasan 250 ml dan 500 ml. Kemudian besok harinya, kami bangun pk. 04 dini hari
untuk ikut mendistribusikan susu-susu tersebut ke para pelanggan.
Kami
juga mendapat jatah liburan selama di Jember. Sayangnya, rombongan terpaksa dibagi
dua karena ada 2 keinginan. Sebagian (kebanyakan teman-teman bule kami) ke
gunung Bromo, sementara sebagian lain, termasuk aku, memilih berkunjung kerumah
orangtua kawan kami, Juhanda, di desa Kencong.
Kira-kira,
begitulah yg aku alami selama aku menjalani program pertukaran ini.
Sedikit-sedikit, aku akan menceritakan lebih mendetil beberapa segmen selama
program, yg mengena dihatiku dan masih terpatri kuat di ingatan… Ditunggu ya…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar