Senin, 16 Februari 2015

My AIYEP

Ke Australia!!! Gratis (malah mendapat uang saku), tinggal dengan orangtua angkat, mendapat pengalaman kerja, belum lagi mendapatkan pengalaman yg tidak akan terlupakan seumur hidup… Rasanya seperti dapat rejeki nomplok!
Begitu lah yg aku rasakan sewaktu mendapat kepastian bahwa aku berhasil menjadi salah satu wakil dari Jakarta untuk menjadi peserta program ini. Di tahun yg sama, alm. mas Wawan mengikuti program Pertukaran Pemuda Indonesia Kanada.

Informasi mengenai program ini kami dapatkan dari kak Bambang, Pembina kami di Purna Paskibraka Jakarta Barat. Tahun 1986, kak Bambang mengikuti program ini. Kami berdua, aku dan Wawan, sama-sama tertarik mengikutinya.

Langkah pertama setelah mendaftar, adalah tahap seleksi. Tes tulis mencakup pengetahuan umum, kewarganegaraan, dan Bahasa Inggeris. Juga ada tes kesenian, dimana para peserta program diharapkan menguasai salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia, dikhususkan kesenian daerahnya masing-masing, dalam hal ini, kebudayaan Jakarta.
Alhamdulillah, kami berdua lulus!! Wawan ke Kanada, aku ke Australia.

Secara garis besar, program AIYEP tahun 1988 adalah sebagai berikut.
Dari daerah asal kami masing2, kami dikumpulkan di Bumi Perkemahan Cibubur untuk masa persiapan (Pre-Departure Training) selama 10 hari. Enam belas pemuda-pemudi (8 laki-laki, 8 perempuan) dari 13 propinsi di Indonesia. Kami dipersiapkan untuk menjadi duta bangsa, tidak lagi mewakili pribadi, keluarga, atau propinsi, tapi kami akan mewakili bangsa Indonesia. Persiapannya tidak boleh main-main…

Setelah 10 hari, kami-pun berangkat ke Australia, dimana yg menjadi tuan rumah adalah negara bagian Queensland.

Di Brisbane, ibukota Queensland, kami menjalani masa orientasi lagi selama sekitar 5 hari, sebelum kemudian tinggal di keluarga angkat yg pertama di Stanthorpe, yg merupakan kota kecil (fase rural) selama 2 minggu. Selain bekerja (magang) atau membantu pekerjaan di perkebunan milik keluarga, kami juga mengadakan kunjungan ke sekolah2, dan menutup fase di Stanthorpe dengan pertunjukan kesenian.

Selesai dari daerah terpencil atau kecil, kami kembali ke Brisbane untuk tinggal di keluarga angkat yg kedua. Kegiatan kami disini adalah magang di perusahaan2 atau kantor2 sesuai dengan spesifikasi yg kami berikan. Perpisahan dengan keluarga angkat juga ditutup dengan pertunjukan kesenian.

Setelah 2 fase tersebut tuntas, kami diajak berlibur ke Utara, yaitu ke kota Townsville. Berangkat naik pesawat, pulang ke Brisbane naik kereta api. Kami diajak ke Coochie Mudlo Island, ke hutan hujan, dan tempat-tempat menarik lainnya. Yah, namanya juga lagi berlibur…

Selain kegiatan magang, pertunjukan kesenian dan jalan-jalan, kami juga melakukan kunjungan kehormatan ke petinggi2 kota dan Negara bagian, yaitu walikota Brisbane dan Gubernur Jenderal Negara Bagian Queensland. Dan karena pada saat yg bersamaan Brisbane sedang menjadi tuan rumah untuk World Expo 1988, maka kami pun berkesempatan mengunjungi ajang pameran besar kaliber dunia itu. Bayangkan Pekan Raya Jakarta, tapi stand-stand atau paviliun2 yang ada merupakan perwakilan suatu negara! Sungguh suatu pengalaman yg belum tentu bisa diulang kembali…

Selesai fase Australia, kami-pun dipasangkan dengan pemuda-pemudi Australia (counterpart), kemudian melanjutkan program ke Indonesia. Counterpart-ku, Kathy Taylor, adalah seorang mahasiswi yg berasal dari kota kecil, Gympie. Keluarganya adalah keluarga petani. Saat ini ia bersama suaminya tinggal di London, dan sudah memiliki 2 orang anak.

Tiba di Jakarta, kami menjalani masa orientasi lagi, khususnya utk peserta Australia. Jangan salah… Mereka juga perlu beradaptasi dengan situasi dan kebiasaan2 di Indonesia, lho. Contohnya, antara lain adalah menyeberang jalan.
Di Australia, jika ada pejalan kaki yg akan menyeberang di zebra cross, hampir bisa dipastikan, pengemudi kendaraan bermotor akan berhenti memberi kesempatan untuk menyeberang. Sementara disini, whooo… kalian tau sendiri gimana kondisinya, kan? Kalau mereka tidak diberi tahu kondisi ini, bisa2 mereka akan tertabrak sepeda motor saat mereka akan menyeberanng.

Selain itu, beberapa dari mereka berasal dari kota kecil di Australia. Saking kecilnya, mereka tidak pernah mengalami macet, bahkan ada juga yg tinggal di kota yg tidak ada lampu lalu lintas!! Ternyata, mereka ada juga yg lebih kamso daripada kita, ya? Hehehehehehe…

Fase Indonesia akan diadakan di kota Jember, Jawa Timur. Kami berangkat naik kereta api ke Surabaya, disambung dengan bus charter. Tiba di Jember, kami langsung disambut dg acara seremonial, dimana kami langsung akan bertemu dg keluarga2 angkat kami masing-masing.

Orangtua angkat kami yg pertama adalah Walikota Jember. Kami tinggal dirumahnya selama 2 minggu. Kemudian berpindah ke rumah keluarga Darminto, seorang pejabat di PTP XII. Giliran berikutnya, kami tinggal di satu keluarga pemilik peternakan campur di kota Jember. Dan keluarga angkat yg terakhir adalah di keluarga seorang pejabat di PTP XI, yg rumahnya berada sedikit keluar kota. Halaman rumahnya besaaar, ada banyak pohon buah-buahan seperti rambutan, durian, jambu bali, dll. Karena tempatnya mencukupi, mereka menerima 2 pasang peserta. Selain aku dan Kathy, juga ada Miswan Penyang dan Peter Bartu.

Seperti fase2 di Australia, di Jember ini pun kami melakukan magang. Namun pemilihan tempat magangnya sungguh menarik, karena tidak bisa kami bayangkan sebelumnya.

Tempat magangku yg pertama adalah sebuah salon kecantikan, dimana aku dan Kathy belajar memotong rambut, mencuci rambut dan melakukan creambath. Ketrampilan memotong rambut ini pernah kami praktekkan ke adik-adik angkat kami di keluarga Darminto, yg memiliki 4 orang anak perempuan.

Tempat magang kedua dan keempat adalah kantor PTPN XII dan PTPN XI. Namun kami hanya menjadi tamu. Tidak banyak yg kami lakukan, hanya melakukan kunjungan-kunjungan ke sub unit mereka seperti ladang tembakau, gudang tembakau, kantor litbang, dll.

Tempat magang ketiga adalah peternakan milik keluarga angkatku. Peternakan mereka disebut peternakan campur atau mix farming karena mereka memiliki sapi perah dan ayam petelur. Tugas kami setiap hari adalah mengumpulkan telur2 ayam dari kandang kemudian dikemas. Untungnya, kami tidak diharuskan memerah susu karena sudah dikerjakan oleh petugasnya. Kami hanya mengemas susu-susu itu dalam plastik kemasan 250 ml dan 500 ml. Kemudian besok harinya, kami bangun pk. 04 dini hari untuk ikut mendistribusikan susu-susu tersebut ke para pelanggan.

Kami juga mendapat jatah liburan selama di Jember. Sayangnya, rombongan terpaksa dibagi dua karena ada 2 keinginan. Sebagian (kebanyakan teman-teman bule kami) ke gunung Bromo, sementara sebagian lain, termasuk aku, memilih berkunjung kerumah orangtua kawan kami, Juhanda, di desa Kencong.

Kira-kira, begitulah yg aku alami selama aku menjalani program pertukaran ini. Sedikit-sedikit, aku akan menceritakan lebih mendetil beberapa segmen selama program, yg mengena dihatiku dan masih terpatri kuat di ingatan… Ditunggu ya…






Tidak ada komentar:

Posting Komentar