Tahun
1988, saat aku masih kuliah di tahun kedua di Fakultas Psikologi UI, aku
mengambil cuti kuliah selama 1 semester untuk mengikuti program Pertukaran
Pemuda Indonesia Australia (PPIA) atau AIYEP (Australia Indonesia Youth
Exchange Program).
Program
ini pertama kali diadakan pada tahun 1981-1982. Saat aku berpartisipasi,
pesertanya berjumlah 16 orang, yg terdiri dari 8 orang laki-laki dan 8 orang
perempuan, yg berasal dari 13 propinsi. Tapi sejak beberapa tahun yg lalu
bertambah menjadi 18 orang, 9 orang laki-laki dan 9 orang perempuan.
Program
itu terselenggara berkat kerjasama antara DFAT (Department of Foreign and
Trade) dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Namun belakang hari beralih ke
Australia Indonesia Institute (AII) dan ke Kantor Menteri Muda Pemuda dan
Olahraga, yg sekarang bernama Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Program
berlangsung selama kurang lebih 4 bulan yg terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase
Australia dan fase Indonesia. Di setiap fase negara itu, para peserta akan
menjalani program di kota besar dan di kota kecil. Selama itu, kami akan
tinggal bersama foster family atau keluarga angkat. Kegiatan utamanya adalah
magang, juga mengadakan pertunjukan kebudayaan.
Magang
atau work experience-nya sedapat mungkin disesuaikan dengan keinginan si
peserta. Bisa yg sesuai dengan latar belakang pendidikannya, atau hobby-nya.
Ada yang ingin menjadi guru, atau pengacara, atau jurnalis, dll.
Waktu
diantara fase rural (kota kecil) dan urban (kota besar) disediakan untuk
liburan sejenak (mid break).
Selesai
menjalani fase di Australia, para pemuda-pemudi kita akan dipasangkan dengan
para pemuda Australia, laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan.
Namanya counterparting. Kemudian, mereka ber-36 orang akan bersama-sama menjalani
fase di Indonesia.
Hampir
sama dengan di Australia, selama di Indonesia-pun, para peserta akan menjalani
2 fase, yaitu di desa atau kota kecil dan di kota besar. Selama di desa atau
kota kecil, mereka akan melakukan kegiatan pembangunan desa atau yg dikenal dg
sebutan community development, dimana mereka akan menjadi agent of change atau
pemuda yang membantu pemuda setempat untuk mau membangun dan memperbaiki
kualitas hidup di desa.
Sementara
selama di kota besar, mereka juga akan melakukan kegiatan magang.
Satu
kegiatan yg juga tak kalah menarik dan menjadi salah satu fokus kegiatan ini
adalah pertunjukan budaya atau cultural performance, dimana para peserta akan
mempertunjukkan kekayaan budaya tradisional daerah asalnya masing-masing, baik
itu dalam bentuk tarian, lagu2, maupun pakaian daerah.
Di
Australia, kegiatan ini sungguh menjadi acara yang ditunggu-tunggu oleh
komunitas kota tempat mereka tinggal. Kadangkala bahkan mereka mengadakan
pertunjukan kecil di sekolah-sekolah atau di pusat keramaian seperti mall.
Program
ini ditujukan untuk pemuda Indonesia yang berusia antara 19-24 tahun. Sekolah
(kuliah) atau bekerja tak menjadi masalah, asalkan mereka belum menikah, dan
lulus seleksi yang diadakan oleh Kemenpora melalui Suku Dinas di tiap2 daerah
yang mendapat jatah. Kok begitu???
Hitung
aja deh… Peserta dari Indonesia hanya 16 orang, sementara jumlah propinsi kita
sudah 34 (dengan Kalimantan Utara). Sayangnya, hal ini membuat penggiliran
daerah2 yg akan mengirimkan wakilnya.
Selain
PPIA, Kemenpora juga menyelenggarakan pertukaran pemuda dengan Kanada, ASEAN-Jepang
(dengan kapal pesiar Nippon Maru), Malaysia, dan Korea. Setiap program memiliki
SOP dan keunikan tersendiri, dengan durasi yg berbeda2, mulai dari 2 minggu
sampai 6 bulan.
Ayo…
siapa dari kalian yg tertarik? Buat adik atau anak? Mungkin keponakan? Atau anaknya
tetangga? Siapa saja, asal memenuhi syarat.
Cari
informasi lebih lanjut dan detil ke kantor2 Suku Dinas Pemuda dan Olahraga
(Dispora) di daerah kamu atau kampus masing-masing.
Ini
contoh link mengenai kegiatan ini, baik yg ada di universitas, pemerintah kota,
maupun pemerintah propinsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar