Senin, 09 Februari 2015

Oleh-Oleh Perjalanan 2

Masih seputar oleh-oleh saat kami bepergian ke Amerika Serikat Desember 1996.

Seperti biasa, setiap melakukan perjalanan, kami selalu berusaha untuk memberikan oleh-oleh untuk orang-orang yang dekat dengan kami. Keluarga, sahabat dan teman. Dalam hal ini, aku ingin menceritakan pengalamanku membeli oleh-oleh untuk teman-teman kantor mas Harry.

Sejak sebelum berangkat, mas Harry sudah mewanti-wanti aku untuk membuat daftar oleh-oleh. Si A mau dikasih ini, si B mau dibawain itu, si C cocoknya dikasih apa, dst… dst. 

Waktu itu, posisi mas Harry di kantor membawahi banyak orang. Maklum lah, di bagian General Services. Dibawahnya, ada operator telepon, pengemudi, office boy/girl, cleaning service, belum lagi staf yg berada langsung dibawahnya, dan teman2 di bagian atau divisi lain. Walah… Kalo mau dikasih semua, alamat kami bakal kehabisan duit, deh… Karenanya, kami sepakat hanya akan memberi ke beberapa orang yang secara langsung memang banyak membantu pekerjaan mas Harry di kantor.

Aku kemudian membuat daftar tersebut di sebuah buku kecil yang akan kubawa. Selain daftar dari mas Harry, aku juga membuat daftar untuk teman-teman atau keluargaku sendiri.

Singkat cerita, saat berada di Orlando, Florida, atau San Francisco dan Los Angeles, California, aku memanfaatkan penawaran dari gift shops yang menjual barang2 lucu dalam jumlah banyak. Misalnya, 10 buah ballpoint seharga $6, atau 1 set mini branded parfum berisi 4 atau 6 botol seharga $20, dsb. Sesuai daftar, aku membeli barang2 tersebut. Tapi on a hunch, aku memutuskan membeli 1 set ballpoint dan 1 set mini parfum extra. Perasaanku mengatakan, ada 1-2 orang yang lupa belum dimasukkan ke dalam daftar.

Tapi saat mengetahui hal tersebut, mas Harry menegurku. “Kamu harus mengikuti catatan. Stick to the list! Jangan beli melebihi dari apa yang sudah kita sepakati,” katanya agak marah. Tapi aku berkelit dengan mengatakan kalau aku juga ingin punya ballpoint atau parfum itu. Mas Harry terus diam aja…

Sampailah kami kembali di rumah. Sisa cuti yang masih ada 2 hari, aku pergunakan untuk memilah-milah oleh-oleh itu. Masing-masing barang kuberi nama calon penerimanya, khususnya yg untuk teman2 mas Harry di kantor. Mana dia mau menghapal ini buat siapa, itu untuk siapa, kan?

Sesuai dengan daftar, aku berikan semua oleh-oleh yang sudah bernama itu ke mas Harry untuk didistribusikan ke teman2nya.

Sore hari waktu mas Harry pulang kantor, dia tanya, “Say, masih ada gak parfum mininya?”
Kujawab, “Masih. Emangnya mau ngasih buat siapa?”
“Buat si Anu,” kata mas Harry.
“Lho… buat si Anu kan tadi pagi sudah ada. Sudah kukasih ke mas Harry…”
“Iya. Tapi tadi waktu mau ke tempatnya si Anu, saya ketemu si X. Dia minta oleh-oleh. Jadi, jatahnya si Anu saya kasih ke si X”

WHAAAAT…?????
*elus dada, tarik napas panjang, Mia…*
“OK, masih ada kok.” Jatahku jadi berkurang, deh… Hehehehehe.

Besok paginya, mas Harry membawa oleh-oleh extra itu ke kantor.
Sore hari… Mas Harry pulang kantor. Terus dia tanya lagi, “Say, ballpoint-nya masih ada gak? Dua buah…”
“Buat siapa?” tanyaku.
“Buat si A sama si B” kata mas Harry.
“Lho… ballpoint buat si A dan B kan udah kukasih kemarin… Bareng dengan yg buat teman2 mereka…”
Kata mas Harry, “Iya, kemarin si A dan si B masuk shift siang. Eh, terus si M dan N minta oleh-oleh. Ya jatahnya si A dan si B saya kasih aja ke M dan N.”

GUBRAAAKS…
What ever happen to “Stick to the list” thing…????

Tapi, berhubung aku kenal baik dengan A dan B, juga dengan M dan N, akhirnya aku keluarin juga persediaan oleh-oleh extraku itu, walau dengan hati sedikit dongkol.
Dongkolku itu ke mas Harry, karena selama perjalanan, setiap kami masuk ke toko atau gift shops, dan mas Harry melihat aku membeli sesuatu, dia selalu kekeuh mengatakan, “Stick to the list”, “Jangan membeli lebih banyak daripada (yang sudah di) daftar” sehingga aku sampai harus mengeluarkan ‘jurus’ pamungkas “aku juga pengen”…

Keesokan harinya, mas Harry berangkat ke kantor dengan membawa 2 ballpoint extra untuk si A dan si B.
Kembali sore hari, mas Harry pulang kantor. Eh, dia nanya lagi… “Say, ballpoint-nya masih ada 2 lagi, nggak?”

AMPUUUUN DIJEEEEEY….!!!!!

“Buat siapa?”
“Buat si S dan si T”, yang, sekali lagi, sebenarnya sudah ada di daftar pertama yg kami buat sejak sebelum kami berangkat. Sepertinya, mas Harry udah merasa nggak enak duluan, karena dia langsung menjelaskan peristiwanya tanpa aku tanya. Seperti yang sudah-sudah, ada temannya yg tidak ada dalam daftar yg minta jatah oleh-oleh. Gak bisa menolak, kemudian mas Harry memberikan jatah oleh-oleh yang ada di daftar ke mereka.
Hellooo… Aku juga punya teman yang terpaksa tidak aku kasih oleh-oleh karena memang tidak ada dalam daftar. Kalo aku harus mematuhi daftar itu, adil dong kalo aku juga minta mas Harry mematuhinya?

Jadinya… walau sebenarnya aku masih punya beberapa oleh-oleh extra, tapi aku putuskan untuk menjawab, “Udah gak ada.”
Lha habis, bagaimana? Waktu aku beli, dia marah2. Tapi giliran begini, dia minta2 melulu. Emangnya enak belanja tapi dimarahin?
Makanya… kalo istri beli sesuatu, percaya aja deh, kalo itu demi kebaikan kita bersama. Mending beli lebih daripada kurang. Kan belum tau lagi, kapan kita bisa balik ke sana…

Oooh… balada oleh-oleh…
Kalian pernah ngalamin hal seru apa seputar oleh-oleh?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar