Jumat, 06 Februari 2015

Naik Sepur 2

Kali ini, aku mau cerita pengalamanku naik kereta api sendirian, yg kedua kalinya.

Waktu itu masih suasana libur Lebaran. Salah seorang kakak sepupuku, mas Bambang putranya pakde Moh, akan menikah di Malang, tepatnya dekat bendungan Karangkates. Aku akan bepergian bersama bu Loeki, adik bungsunya Bapak, mas Gun dan mbak Apin, kakak2 sepupuku putranya pakde Santo. Perjalanan kami tidak langsung ke Malang, tapi akan mampir ke Yogya dulu. Dari Jakarta kami akan naik kereta api, dilanjutkan dengan naik travel ke Malang.

Beberapa hari sebelum keberangkatan, Ibuku ditelpon oleh (almh) mbak Utiek, kakaknya mas Gun, yg memberitahukan kalau tiket kereta ke Yogya sudah dibeli. Keretanya akan berangkat jam 7 malam. Jadi aku diharapkan sudah ada di stasiun Gambir sebelum itu.

Di hari keberangkatan, aku diantar Bapak dan Ibu ke Gambir. Disana, kami hanya ketemu dg pakde Santo dan bude Cupik. Lho? Kemana bu Loeki, mas Gun dan mbak Apin???
Ternyata, ada kesalahan teknis... Waktu ngasih tau Ibu, seharusnya mbak Utiek bilangnya kereta berangkat pk. 17... dan bukannya pk. 7. Alhasil, aku ketinggalan kereta... :-/


Tapi untungnya, seperti aku bilang, itu masih suasana Lebaran. PT. KAI agak berbaik hati.
Kebetulan, tiket yg dibeli itu adalah tiket Jakarta-Solo (lewat Yogya), yg harganya lebih mahal daripada tiket Jakarta-Yogya. Karenanya, aku boleh naik kereta jurusan ke Yogya yg baru akan berangkat pk. 19. Hanya saja, PT. KAI tidak menjamin aku akan dapat tempat duduk.

Entah bagaimana, kok aku akhirnya memang berangkat naik kereta ke Yogya itu, walau ada resiko yg BESOAAR sekali kalo aku gak bakal dapat tempat duduk.
Heranku yg pertama, kok aku mau ya??? Bayangin aja, perjalanan kereta selama sekitar 10 jam, kemungkinan harus duduk di lantai. Apa emang aku segitunya senang bertualang bahkan sejak masih kecil yak? Apa ini efek dari ari2 kami bersaudara yg tidak ditanam seperti layaknya orang2 Jawa pada umumnya, tapi malah dilarung di sungai, dengan harapan kami bersaudara akan melanglang buana???

Heranku yg kedua, kok Bapak-Ibuku ngasih ijin aku berangkat walau gak dapat tempat duduk? Ini orangtua yg tega, atau emang ini adalah proses pembelajaran yg harus aku jalani? Wallahu'alam...


Singkat kata, aku dibekali tikar (beli di stasiun), buat jaga2 kalau memang harus duduk di lantai. Rangkaian kereta datang, aku masuk ke salah satu gerbong yg ada, dan menyisiri deretan kursi, mencari tempat yg kira2 nyaman untuk menggelar tikar.

Alhamdulillah, aku ketemu dg satu keluarga yg terdiri dari Bapak, Ibu dan 2 anak balita. Karena anak yg kecil dipangku ibunya, jadi aku dipersilakan untuk duduk di tempat yg kosong.
Kereta pun berangkat. Semakin malam, sampai sekitar pk. 21, si Bapak mulai menggelar tikar di lantai, kemudian mengajak anak yg besar untuk tidur di bawah. Menurutnya, si anak memang maunya tidur berbaring. Sementara anak yg kecil, tetap dipangku ibunya. Alhasil, aku yg sempat khawatir nggak dapat tempat duduk, akhirnya malah dapat duduk selonjoran, 2 kursi hanya untukku sendiri!!!

Sepanjang perjalanan sih, aku sudah meniatkan, kalo ada yg bernasib sama denganku, punya tiket tanpa tempat duduk, aku akan menawarkan 1 kursi utk mereka. Tapi nyatanya, sampai kereta tiba di Yogya, nggak ada satupun orang yg mencari tempat duduk. Alhamdulillah, aku jadi bisa duduk dan tidur nyaman di kereta... 

Sampai d stasiun Tugu, Yogya, mas Gun sudah menungguku untuk nganter kerumah di kompleks Colombo, Yogya.

Demikianlah pengalamanku naik kereta api sendirian, saat aku masih SMP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar